Iseng-iseng saya buka sejumlah artikel terkait kasus pajak yang menimpa
PT Bank Central Asia Tbk (BCA). Maklum, ini merupakan sarana belajar saya
mengenai kasus pajak yang membelit mantan Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
Hadi Poernomo itu. Hadi diumumkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) tak lama setelah dia pensiun sebagai kepala BPK.
Awalnya saya tak
menyangka jika ternyata ada pemasukan sebesar Rp3,29 triliun yang berhasil
ditagih Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) atas pengalihan piutang
macet BCA pada 1998. Ini tantangan buat saya untuk mencari lebih jauh informasi
tentang permasalahan pajak yang sedang menimpa Hadi. Mengapa justru BPPN yang
menerima pemasukan sebesar Rp3,28 triliun danbukan BCA? Ada apa dengan BCA pada tahun 1998?
Usut punya usut,
dari fakta yang ada, pada 1998, BCA ternyata mengalami kerugian fiskal sebesar
Rp29,2 triliun akibat dari krisis ekonomi. Berdasarkan undang-undang yang
berlaku, kerugian tersebut dapat dikompensasi dengan penghasilan (tax loss carry forward)
mulai tahun pajak berikutnya berturut-turut, sampai dengan lima tahun.
Dalam kategori
sebagai bank takeover (BTO), berdasarkan instruksi Menteri dan Gubernur BI,
segala wewenang, direksi, komisaris, RUPS, dan total aset, termasuk piutang
macet dan jaminannya senilai Rp5,77 triliun milik BCA, dialihkan ke BPPN.
Berarti BCA pada tahun 1998, dalam statusnya sebagai bank takeover, sepenuhnya
berada di tangan BPPN. Inilah alasannya mengapa BPPN akhirnya bisa mendapatkan
pemasukan Rp3,29 triliun.
BCA lalu
mengajukan keberatan pajak sesuai undang-undang terhadap koreksi laba fiskal
periode 1999 yang dilakukan Ditjen Pajak sebesar Rp6,78 triliun.
Pertanyaan saya
adalah seandainya keberatan pajak atas koreksi pajak tidak diterima, apakah
negara akan mengalami kerugian? Ternyata tidak. Alasannya, masih ada sisa
penghasilan (taxlosscarryforward) uang yang dapat dikompensasi sebesar Rp2,04
triliun
Yang mengejutkan
saya adalah fakta bahwa negara malah mendapat keuntungan Rp3,29 triliun karena
sejak piutang macet dan jaminannya senilai Rp5,77 triliun yang dialihkan ke
BPPN melalui perjanjian jual beli, ternyata berhasil ditagih BPPN sebesar
Rp3,29 triliun.
Artinya, BCA
sama sekali tidak menerima penghasilan terkait penagihan piutang macet itu karena
statusnya sebagai BTO.
Saya juga
menemukan fakta lain, yakni sebelum melakukan IPO pada 2000, BCA ternyata telah
mendapat ‘taxclearence’ bahwa telah melaksanakan seluruh kewajiban selaku wajib
pajak. Lalu, di manakah letak kerugian negara tersebut?
Mari kita buka
sejumlah berita yang mengangkat kronologis proses pajak ini. Portal Kompas.com,
Liputan6.com, Republika.co.id, dan Kontan.co.id pada 22 April 2014 memberitakan
bahwa BCA mengalami kerugian fiskal sebesar Rp 29,2 triliun yang merupakan
akibat dari krisis ekonomi yang melanda Tanah Air.
Berdasarkan
undang-undang yang berlaku, kerugian tersebut dapat dikompensasikan dengan
penghasilan alias taxlosscarryforward mulai tahun pajak berikutnya hingga 5
tahun.
Selanjutnya,
berdasarkan pemeriksaan pajak pada 2002, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak
telah melakukan koreksi laba fiskal periode 1999 tersebut menjadi sebesar Rp
6,78 triliun. Di dalam nilai itu, ada koreksi terkait transaksi pengalihan
aset, termasuk jaminan Rp5,77 triliun yang dilakukan dengan proses jual beli
dengan BPPN sesuai Perjanjian Jual Beli dan Penyerahan Piutang No
SP-165/BPPN/0600. Hal ini dilakukan sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan
No 117/KMK.017/1999 dan Gubernur Bank
Indonesia No 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret 1998.
Transaksi pengalihan aset itu merupakan jual beli
piutang, tetapi Ditjen Pajak menilai transaksi itu sebagai penghapusan piutang
macet. Sehubungan dengan hal itu, pada 17 Juni 2003, BCA mengajukan keberatan
kepada Ditjen Pajak atas koreksi pajak yang telah dilakukan. Keberatan itu
dinyatakan dalam SK No KEP-870/PJ.44/2004 tanggal 18
Juni 2004.
Ini persoalan
perbedaan pendapat, soal sengketa pajak antara BCA dan Ditjen Pajak. Sementara,
BCA telah melakukan pengajuan keberatan pajak sesuai undang-undang maupun
peraturan perpajakan yang berlaku.Yang jelas, negara tidak dirugikan, malah ada
tambahan pemasukan sebesar Rp3,29 triliun.(*)
Waspada Jika Duduk di Bangku Belakang (Foto: riamrtumimomor.blogspot.com)
Seumur-umur baru kali ini gw kecopetan...walaupun cuma dua item yang diembat, tapi lumayan nyesek juga. Maklum, satu item yang ilang itu blackberry. Tipenya memang yang paling murah, cuma gemini. Tapi, banyak data belum sempet dialihin. Ada yang udah jadi, ada juga yang masih bahan mentah. Belum lagi nomor-nomor telepon narsum yang susah payah didapetin. Nomor2 PIN narsum juga terpaksa harus diikhlaskan pergi.
Sebelumnya gw udah punya firasat buruk. Tapi, karena males, jadi terus ditunda-tunda mau mindahin data dari HP ke tempat lain yang lebih aman. Email misalnya. Yah, begitulah, nyesel pasti di depan.
Item kedua yang ilang juga cuma kartu langganan kereta. Ini ga terlalu berharga. Paling cuma dua minggu menderita harus ikut antre beli tiket lagi. Setelah itu, gw bisa beli lagi kartu baru bulan depan.
Baik, daripada berpanjang-panjang, ini nih kronologis gw kecopetan. Walaupun salah kutip umur (di berita tertera umur 30 tahun, padahal gw masih 29 tahun, hehehe...takut merasa terlalu tua), selebihnya kronologis itu demikian adanya. Yang menarik, di Seputar Indonesia dikatakan gw udah lapor ke Polsek terdekat. Sebenernya gw ga melakukan itu. Tapi, gpp...lagian itu ga bikin gw rugi.. Malah gw bersyukur smoga tuh komplotan pencopet bisa ditangkep tangan sama pulisi.
JAKARTA, KOMPAS.com — Ada-ada saja modus yang digunakan para
pelaku kejahatan jalanan, terutama para copet yang kerap melakukan aksinya di
angkutan umum. Selama ini, modus yang dikenal masyarakat antara lain dengan
pura-pura muntah atau dengan berkomplot. Namun peristiwa kali ini, pencopet
berpura-pura dengan menjadi tukang pijat dan menimpa seorang wartawan harian
Koran Jakarta, Wandi (30).
Saat itu, sekitar pukul 11.30 WIB, ia hendak mendatangi
lokasi diskusi Tim Seleksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hotel Millenium,
Tanah Abang, Jakarta Pusat dengan menumpang Kopaja 502 jurusan Tanah
Abang-Kampung Melayu, Kamis (16/2/2012). "Saya naik dari depan Lemhanas
(Lembaga Pertahanan Nasional), Jalan Merdeka Barat. Di atas Kopaja itu saya
dipepet hingga terpaksa dapat duduk di bangku yang ada di belakang," ujar
Wandi.
Wandi melanjutkan, ada orang yang berpura-pura memijat
penumpang di deretan bangku belakang. Tak lama berselang, pria berbadan gemuk
tersebut juga memijat kaki kiri Wandi. "Saya menolak, tapi orang itu
langsung memegang kaki saya," ujar Wandi.
Saat hendak turun, Wandi memeriksa saku kirinya dan baru
mengetahui ponsel Blackberry yang semula berada di saku itu telah raib.
"Saya periksa pria yang memijat, tetapi tidak ada telepon genggam saya.
Sepertinya mereka gerombolan. Pemijat hanya sebagai pengalih saja,"
ujarnya kesal.
Polda Metro Jaya tengah menggelar Operasi Berantas Jaya
hingga akhir Februari mendatang. Selama operasi yang terhitung sejak tanggal 4
sampai 13 Februari itu, Polda Metro Jaya telah menahan sebanyak 381 pelaku
kejahatan berikut barang bukti 20 senjata api, 25 senjata tajam, 56 kendaraan
roda dua, 13 kendaraan roda empat, 67 ponsel, 651 botol minuman keras, dan uang
tunai senilai Rp 63.198.000.
JAKARTA--MICOM: Gerombolan pencopet kembali beraksi di
angkutan umum Jakarta. Modus klasik yakni dengan cara memijat korban kembali
dilakukan.
Peristiwa pencopetan dengan modus ini dialami seorang
wartawan surat kabar bernama Wandi Jusuf, 30, saat menumpang Kopaja 502 jurusan
Tanah Abang-Kampung Melayu, Kamis (16/2), sekitar pukul 11.30 WIB.
Saat itu Wandi hendak mendatangi lokasi diskusi Timsel KPU
di Hotel Millenium.
"Saya naik dari depan Lemhanas, Jalan Merdeka Barat. Di
atas Kopaja itu saya dipepet hingga terpaksa dapat duduk di bangku yang ada di
belakang. Setelah duduk, ada orang yang berpura-pura memijat penumpang di
deretan bangku belakang. Terakhir pria bertubuh gemuk itu memijat kaki kiri
saya. Saya menolak, tapi orang itu langsung memegang kaki saya," ujar
Wandi.
Saat hendak turun, Wandi memeriksa saku kirinya dan baru
mengetahui telepon genggam BlackBerry yang semula berada di saku depannya raib.
"Saya periksa pria yang memijat tetapi tidak ada
telepon genggam saya. Sepertinya mereka gerombolan. Pemijat hanya sebagai
pengalih perhatian saja," tuturnya.
Maraknya kejahatan jalanan salah satunya pencopetan seperti
yang dialami Wandi membuat Polda berinisiatif menggelar Operasi Berantas Jaya
hingga akhir Februari mendatang.
Selama gelar Operasi Berantas Jaya selama tanggal 04-13
Februari, Polda Metro Jaya dan jajaran telah menahan 381 pelaku kejahatan
berikut barang bukti 20 senjata api, 25 bilah senjata tajam, 56 unit kendaraan
roda dua, 13 unit kendaraan roda empat, 67 handphone dan 651 botol minuman
keras dan uang tunai senilai Rp 63 juta. (OX/OL-9)
Tindak kriminal di Ibu Kota sepertinya tidak pernah
sepi.Berbagai modus operandi kejahatan baru dilancarkan komplotan
penjahat.Salah satu modus baru kejahatan yakni komplotan pencopet di angkutan
umum dengan modus sebagai pemijat.
Korban kejahatan modus pencopet berkedok pemijat ini yakni
Wandi,30,wartawan salah satu koran nasional. Lelaki ini harus kehilangan
smartphoneBlackBerry saat menumpangi Kopaja 502 jurusan Tanah Abang–Kampung
Melayu, kemarin siang. Wandi menceritakan, siang itu dirinya berniat melakukan
peliputan diskusi Timsel KPU di salah satu hotel ternama.
Wandi pun menaiki Kopaja 502 dari depan kantor Lemhanas
menuju hotel tersebut. Ketika naik dari pintu belakang Kopaja
tersebut,tiba-tiba saja Wandi dipepet sejumlah pria hingga akhirnya duduk di
bagian belakang angkutan umum tersebut. Tanpa curiga, Wandi pun duduk di
samping seorang lelaki yang terlihat sedang asyik dipijat seorang pria bertubuh
gemuk.
Sekitar 10 menit memijat penumpang itu,tanpa diduga pemijat
tersebut memijat kaki Wandi. Pijatan ini sontak saja ditolak Wandi karena
dirinya tidak biasa dipijat. Meski ditolak,pemijat itu terus memijat kaki Wandi
di tengah panasnya suasana dalam Kopaja.Wandi pun mulai masuk dalam jebakan
komplotan pencopet ini.Benar saja,ketika hendak turun, Wandi memeriksa
BlackBerry di saku kirinya.
Wandi terkejut ketika merogoh saku celananya, ponsel
tersebut telah hilang. “Saya curiga dan menggeledah pakaian pemijat itu,tetapi
handphonesaya tidak ada,”ungkapnya.Wandi meyakini pemijat itu bagian dari
komplotan penjahat yang bertugas mengalihkan konsentrasi dirinya. Meski curiga
dengan pemijat itu,Wandi pun tak dapat berbuat banyak karena tidak mendapatkan
barang bukti di pemijat tersebut.
Tak terima dengan kejadian yang dialaminya,Wandi melaporkan
kasus tersebut ke petugas Polsek Gambir. Kepala Unit Reskrim Polsek Gambir
Kompol Taufik Mansyur mengatakan,pihaknya telah menerima laporan dari korban
dan saat ini sedang menyelidiki kasus tersebut. “Ini modus baru pencopetan,
dengan menjadikan pemijat sebagai pengalih untuk pelaku lain mengambil barang
korban,”tukasnya.
Biasanya kejahatan di dalam angkutan umum dengan modus
berpura-pura muntah atau kejang-kejang. Kompol Taufik Mansyur mengimbau,kepada
pengguna angkutan umum untuk selalu waspada terhadap bentuk kegiatan apa pun di
dalam angkutan.Bahkan,jika merasa keamanannya terancam,lebih baik turun dan
meminta bantuan petugas terdekat.
Modus Baru! Copet Pura-pura Pijat Penumpang Angkutan Umum
TRIBUNnews.com
Oleh Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bertambah lagi modus yang
digunakan oleh para pelaku kejahatan, khususnya para pencopet yang beraksi di
angkutan umum. Salah satunya adalah dengan berpura-pura menjadi tukang pijat.
Peristiwa pencopetan ini menimpa seorang wartawan Koran
Jakarta, Wandi (30), yang sedang menumpang Kopaja 502 jurusan Tanah
Abang-Kampung Melayu. "Saya naik dari depan Lemhanas (Lembaga Pertahanan
Nasional), Jalan Merdeka Barat. Di atas Kopaja itu, saya dipepet hingga
terpaksa dapat duduk di bangku yang ada di belakang," ujar Wandi, Kamis
(16/2/2012).
Wandi juga mengatakan bahwa saat itu dirinya hendak
mendatangi lokasi diskusi Tim Seleksi Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hotel
Millenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat. "Setelah duduk, ada orang yang
berpura-pura memijat penumpang di deretan bangku belakang. Nggak lama, pria
bertubuh gemuk itu juga memijat kaki kiri saya, tapi orang itu langsung
memegang kaki saya," tuturnya.
Saat hendak turun, Wandi memeriksa saku kirinya dan baru
mengetahui ponsel Blackberry yang semula berada di sakunya telah raib.
"Saya periksa pria yang memijat, tetapi tidak ada telepon genggam saya.
Sepertinya mereka gerombolan. Pemijat hanya sebagai pengalih saja,"
ucapnya.
Diketahui bahwa Polda Metro Jaya tengah menggelar Operasi
Berantas Jaya hingga akhir Februari mendatang. Selama operasi yang terhitung
sejak tanggal 4 sampai 13 Februari itu, Polda Metro Jaya telah menahan sebanyak
381 pelaku kejahatan berikut barang bukti 20 senjata api, 25 senjata tajam, 56
kendaraan roda dua, 13 kendaraan roda empat, 67 ponsel, 651 botol minuman
keras, dan uang tunai senilai Rp 63.198.000.(*)
JAKARTA-Bermacam modus kejahatan terus bermunculan.Seorang
wartawan media cetak, Koran Jakarta, Wandi (30), menjadi korban pencopet
bermodus tukat pijat yang beraksi di angkutan umum di Kota Jakarta, Kamis
(16/2).
Peristiwa itu terjadi saat Wandi menumpang Kopaja 502
jurusan Tanah Abang-Kampung Melayu, sekitar pukul 11.30. Wandi hendak
mendatangi lokasi diskusi Tim Seleksi Komisi Pemilihan Umum di salah satu hotel
di Jakarta.
"Saya naik dari depan Lemhanas, Jalan Merdeka Barat. Di
atas Kopaja itu saya dipepet hingga terpaksa dapat duduk di bangku yang ada di
belakang," kata Wandi, Kamis (16/). Setelah duduk, kata dia, ada orang
yang berpura-pura memijat penumpang di deretan bangku belakang.
"Terakhir pria bertubuh gemuk itu memijit kaki kiri
saya. Saya menolak, tapi orang itu langsung memegang kaki saya," ujarnya.
Saat hendak turun, Wandi memeriksa saku kirinya. Dan ia baru
menyadari bahwa blackberry-nya sudah hilang. "Saya periksa pria yang
memijat tetapi tidak ada telepon genggam saya. Sepertinya mereka gerombolan.
Pemijat hanya sebagai pengalih saja," kata Wandi.
Maraknya kejahatan jalanan, seperti pencopetan yang dialami
Wandi membuat Polda berinisiatif menggelar Operasi Berantas Jaya hingga akhir
Februari. Pada gelar Operasi Berantas Jaya 4 hingga 13 Februari, Polda Metro
Jaya dan jajaran telah menahan 381 pelaku kejahatan berikut barang bukti 20
senjata api, 25 bilah senjata tajam, 56 unit kendaraan roda dua, 13 unit
kendaraan roda empat, 67 handphone dan 651 botol minuman keras dan uang tunai
senilai Rp 63. 198.000. (boy/jpnn)
Jakarta | Thursday, 16 February 2012 | Oscar Ferri
Waspada! Copet Bermodus Pijat di Angkutan Umum
Jurnas.com | BERPURA-pura menjadi tukang pijat kini menjadi
modus pencopet, khususnya yang beraksi di angkutan umum. Wandi (30), seorang
wartawan Harian 'Koran Jakarta", menjadi korban pencopetan dengan modus
tukang pijat tersebut.
Dituturkan Wandi, kejadian tersebut berlangsung saat ia
sedang menumpang Kopaja 502 jurusan Tanah Abang-Kampung Melayu, Kamis (16/2),
sekitar pukul 11.30 WIB.
Saat itu Wandi hendak mendatangi lokasi diskusi Tim Seleksi
Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Hotel Millenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Saya naik dari depan Lemhanas (Lembaga Pertahanan Nasional), Jalan
Merdeka Barat. Di atas Kopaja itu saya dipepet hingga terpaksa dapat duduk di
bangku yang ada di belakang," kata Wandi menceritakan kembali kronologis
pencopetan itu.
Setelah duduk, lanjut Wandi, ada orang yang berpura-pura
memijat penumpang di deretan bangku belakang. Tak lama berselang, pria bertubuh
gemuk itu juga memijat kaki kiri Wandi. "Saya menolak, tapi orang itu
langsung memegang kaki saya," ujar Wandi.
Saat hendak turun, Wandi memeriksa saku kirinya dan baru
mengetahui ponsel Blackberry yang semula berada di sakunya telah raib.
"Saya periksa pria yang memijat, tetapi tidak ada telepon genggam saya.
Sepertinya mereka gerombolan. Pemijat hanya sebagai pengalih saja,"
ucapnya.
Metropolitan - Jumat, 17 Februari 2012 | 05:00 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Bagi masyarakat pengguna angkutan umum
diminta agar berhati-hati terhadap para bandit jalanan khususnya terhadap para
pencopet.
Berbagai macam modus pencopetan kini kian marak, seperti,
menjadi tukang pijat yang tengah ngetren di Ibukota. Seperti yang dialami Wandi
(30), seorang wartawan di salah satu harian yang berada di Jakarta.
Wandi menuturkan, kejadian itu berlangsung saatmenumpang
Kopaja 502 jurusan Tanah Abang-Kampung Melayu, Kamis (16/2/2012) siang.
Rencananya, Wandi hendak mengikuti diskusi Tim Seleksi Komisi Pemilihan Umum
(KPU) di Hotel Millenium, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Saya naik dari depan Lemhanas, Jalan Merdeka Barat. Di
atas Kopaja itu saya dipepet hingga terpaksa dapat duduk di bangku yang ada di
belakang," jelas Wandi menceritakan kembali kronologis pencopetan itu.
Setelah duduk, lanjut Wandi, ada orang yang berpura-pura
memijat penumpang di deretan bangku belakang. Tak lama berselang, pencopet
bermodus tukang pijat itu pun langsung memijat bagian kaki Wandi.
"Saya menolak, tapi orang itu langsung memegang kaki
saya," terangnya lagi. Saat hendak turun, Wandi memeriksa saku kirinya dan
baru mengetahui bahwa ponsel BlackBerry yang semula berada di sakunya pun raib.[dit]
Liputan6.com, Jakarta: Masyarakat sepertinya harus lebih
waspada terhadap kejahatan di Jakarta. Belakangan, ditemukan gerombolan
pencopet yang kerap beraksi di sejumlah angkutan umum. Modusnya terbilang baru,
yaitu pura-pura menjadi tukang pijat.
Kejahatan ini dialami seorang wartawan Koran Jakarta bernama
Wandi. Ketika itu, ia menaiki angkutan umum Kopaja 502 jurusan Tanah
Abang-Kampung Melayu, Kamis (16/2), sekitar pukul 11.30 WIB. Wandi bertugas
mendatangi lokasi diskusi tim seleksi Komisi Pemilihan Umum di Hotel Millenium,
Jakarta Pusat.
"Saya naik dari depan Lemhanas, Jalan Merdeka Barat. Di
atas Kopaja, saya dipepet hingga terpaksa duduk di bangku belakang. Setelah
duduk, ada orang yang berpura-pura memijat penumpang di deretan bangku belakang.
Terakhir pria bertubuh gemuk memijit kaki kiri saya. Saya menolak, tapi orang
itu langsung memegang kaki saya," ujar Wandi pada Liputan6.com, Jakarta,
Kamis (16/2).
Saat hendak turun, Wandi memeriksa saku kirinya. Ia terkejut
karena telepon genggam merek Blackberry raib. "Saya periksa saku saya
setelah pria itu memijat, tetapi tidak ada telepon genggam saya. Sepertinya
mereka gerombolan pencopet. Pemijat hanya sebagai pengalih perhatian,"
ungkapnya.
Maraknya kejahatan jalanan semacam ini menarik perhatian
polisi. Polda Metro Jaya berinisiatif menggelar Operasi Berantas Jaya hingga
akhir Februari mendatang.
Perlu diketahui, selama Operasi Berantas Jaya pada 4 hingga
13 Februari lalu, Polda Metro dan jajarannya telah menahan 381 pelaku kejahatan
berikut barang bukti 20 senjata api, 25 bilah senjata tajam, 56 unit kendaraan
roda dua, dan 13 unit kendaraan roda empat. Selain itu 67 telepon genggam, 651
botol minuman keras, serta uang tunai Rp 63.198.000.(WIL/ULF)
Korban kekerasan yang dilakukan Komando Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) menolak Rancangan Undang-Undang Intelijen yang saat ini dibahas di tingkat Panitia Kerja Komisi 1 DPR.
Penolakan dilakukan karena mereka tak setuju dengan beberapa pasal yang disinyalir bisa membuat lembaga intelijen kembali seperti Kopkamtib pada masa Orde Baru yang sewenang-wenang menyiksa korban.
“Kalau disahkan, kami khawatir UU ini akan menjadi payung hukum untuk menangkap orang-orang kritis,” kata Ketua Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan Tahun 1965-1966 (YPKP) Bedjo Untung, di Jakarta, Rabu (8/6).
Bedjo sebenarnya tak masalah dengan pengaturan terhadap intelijen, namun dia tak setuju jika dalam regulasi masih terdapat pasal tentang kewenangan intelijen menyadap dan melakukan pemeriksaan intensif selama 7x24 jam. Menurutnya, RUU tersebut juga harus tegas menyatakan siapa yang menjadi lawan negara.
Dan sebelum disahkan, Bedjo berharap RUU Intelijen disosialisasikan ke publik agar publik, khususnya para korban kekerasan aparat intelijen, mengetahui.
Tahrin, korban kekerasan Peristiwa 1965, juga menolak jika Juli ini RUU Intelijen disahkan. “Kami sendiri belum tahu detail peraturan itu, tapi kenapa ada wacana Juli ini akan disahkan,” katanya.
Umar, korban kekerasan Peristiwa 1965, juga ingin memastikan bahwa RUU Intelijen harus berpihak kepada rakyat. “Selama tak berpihak kepada rakyat, jangan harap UU ini berhasil membela rakyat,” katanya.
Peneliti dari Komisi untuk Orang hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Puri Kencana Putri mengatakan setidaknya ada lima hal yang harus diperbaiki sebelum RUU Intelijen disahkan.
Pertama terkait dengan kewenangan khusus yang meliputi pasal penangkapan dan pemeriksaan intensif. Kedua, definisi tentang informasi intelijen yang masih sumir. Ketiga, harus dimasukkan hak dan kewajiban serta perlindungan terhadap aparat intelijen. Keempat, harus dijelaskan fungsi Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN).
“Jangan sampai pembentukan LKIN itu justru mengulang pembentukan Kopkamtib seperti masa Orde Baru,” kata Puri. Terakhir, Kontras juga melihat RUU tersebut belum ada mekanisme koreksi yang harus diawasi sebuah komisi independen yang anggotanya tidak hanya dari anggota DPR.
“Kami sebenarnya setuju dengan adanya UU Intelijen, tapi UU tersebut harus memasukkan prinsip-prinsip demokratik, rule of law, dan melindungi hak asasi manusia,” katanya.
Rencananya, Kontras bersama YPKP akan mengirim petisi ke Komisi 1 yang isinya beberapa hal yang tadi disebutkan. Kontras dan YPKP juga mengirim surat ke Komisi 1 agar diajak berdiskusi tentang RUU Intelijen.
“Kalau ternyata permintaan diskusi dan pasal yang kita tolak itu tetap dimasukkan, kami berencana membuat aksi di depan gedung DPR,” kata Peneliti di bidang Advokasi Kontras, Krisbiantoro.
Intelijen Bukan Penegak Hukum
Secara terpisah, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Hendropriyono mengatakan intelijen bukan lembaga penegak hukum. Dia melihat RUU Intelijen memandang intelijen sebagai institusi penegak hukum. “Intelijen itu tugasnya mencegah sesuatu sebelum kejadian bahaya terjadi,” katanya.
Untuk itu, dia berharap RUU Intelijen memasukkan aturan bagaimana aparat intelijen bisa mencegah terjadinya bahaya. Di RUU tersebut juga harus ada penjelasan mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan intelijen. “Jadi, jangan pada ranahnya hukum, intelijen kan tidak ada urusannya untuk menghukum dan menangkap,” katanya.
Regulasi yang mengatur tentang intelijen tambahnya harus menitikberatkan pada usaha untuk membantu aparat intelijen dalam mencegah terorisme. Sayangnya, RUU Intelijen yang saat ini sedang dibahas cenderung hanya mengatur BIN. “Aparat intelijen kan bukan hanya ada di BIN, tapi ada juga di TNI, kepolisian, imigrasi, bea dan cukai, atau kejaksaan,” katanya.(way)