Sabtu, 03 Juli 2010

Judi Provokasi

Selalu ada kejutan dari Diego Armando Maradona. Di saat Jerman pusing memikirkan bagaimana menghentikan liukan Lionel Messi, Sang Legenda justru asyik memamah cerutu sambil memantau anak asuhnya berlatih.

Sebelumnya, ia juga dengan santai berkomentar pedas tentang para pemain Jerman. Thomas Mueller yang masih berusia 20 tahun ia pandang tak lebih sebagai pemungut bola. Ia bahkan enggan untuk satu meja dengan pemuda tanggung ini saat konferensi pers. “Saya baru akan duduk di sana (meja konferensi pers, red.) jika si ballboy itu sudah selesai meracau.”

Gaya intervensi yang sangat khas Argentina. Negara berkembang yang pertumbuhan ekonominya nyaris sama dengan Indonesia ini terkenal dengan silat lidahnya. Tak jarang mereka menggunakan gesture untuk meyakinkan pernyataanya. Bahkan pemain Jerman mengatakan, pasukan Tango pintar mengintervensi wasit.

“Lihat saja bagaimana mereka ikut campur saat wasit sedang berdiskusi dengan hakim garis (saat mengesahkan gol Tevez ke gawang Meksiko). Keahlian mereka memang seperti itu. Yang penting, kita jangan sampai terprovokasi. Kita harus fokus pada pertandingan,” jelas Bastian Scweinsteiger.

Sepak bola memang sarat dengan intrik. Sedikit kita terprovokasi pernyataan orang, walaupun itu tak ada hubungannya dengan teknis bermain, hasil akan berubah. Lihat saja bagaimana cara Jerman (Barat) memanipulasi sedemikian rupa ulah pribadi Johan Cruyff di Piala Dunia 1974.

Majalah terbitan Jerman Barat, Bild, sehari menjelang pertandingan final Piala Dunia 1974 mengangkat artikel berjudul provokatif, ”Cruyff, Sampanye, dan Gadis-gadis Telanjang”. Di dalam artikel itu, Johan kedapatan berpesta dengan gadis cantik di pinggir kolam renang hotel tim Belanda menginap.

Cruyff yang dikenal sangat cinta terhadap keluarga tersentak. Alih-alih berkonsentrasi mempersiapkan diri jelang laga final, ia justru sibuk menelpon istrinya, Danny Coster. Ia berusaha agar istrinya tak mempercayai artikel itu.

Simon Kuper pada majalah FourFourTwo edisi Juli 2009 menguatkan temuan Bild. Mengutip saudara Cruyff, Hennie, FourFourTwo mengabarkan, dering telepon hampir semalaman terdengar. Dan inilah pangkal masalah yang membuatnya letoy di final.

Jerman Barat berhasil mengintervensi Belanda secara psikologis. Mereka juga berhasil menggondol tropi Piala Dunia kala itu. Inilah contoh sempurna betapa perang psikologis sangat berdampak pada teknis pertandingan. Belanda yang kala itu memiliki temuan strategi yang brilian lewat total football harus kalah di tangan Jerman yang pantang menyerah dengan pertahanan berlapis yang digalang Berti Vogts.

Perang klasik itu kembali dihadirkan di lapangan. Di tanah Afrika Selatan. Argentina lebih agresif memberikan tekanan psikologis. Jerman yang merasa sangat santun ketika menanggapi serangan Argentina, justru mengemas perang batin ini dengan cara-cara lain.

Jerman punya cara yang lebih baru dalam mengintervensi hati tim lawan. Lihat bagaimana mereka bisa membelokkan keputusan wasit saat bola hasil tendangan Frank lampard jatuh sekitar 90 sentimeter di dalam gawang Neuer. Cermati sikap Neuer yang seolah bola itu tak pernah masuk. Dengar pula pengakuannya seusai pertandingan. “Saya sebenarnya mengetahui bola itu masuk, tapi saya sengaja bersikap seolah-olah bola itu tak pernah melewati garis gawang.”

Jerman dan Argentina adalah dua negara yang memiliki teknik bermain sepak bola yang setara. Malam ini, mereka akan bertarung di atas lapangan Stadion Green Point, Cape Town. Wasit yang akan memimpin laga kedua negara ini adalah Ravshan Irmatov asal Uzbekistan. Salah satu jalan untuk bisa melaju ke semifinal adalah cara-cara licik. Intervensi.

Hati-hati Irmatov! Bisa-bisa Anda akan menjadi kartu As pemain dari kedua kubu ini untuk memenangi pertandingan. Maklum, keduanya sudah terbukti lihai memprovokasi.

Mencari Batang Hidung Cruyff

Dua hari kita puasa pertandingan Piala Dunia. Televisi dan surat kabar melulu menampilkan ulasan pertandingan perempat final yang akan dilangsungkan mulai hari ini. Sambil, tentu saja, menyertakan gosip-gosip sebagai bahan pembicaraan pemirsa maupun pembaca di tempat kerja atau warung kopi.

Malam ini, saatnya kita larut kembali pada pertandingan. Porsi begadang harus kembali kita ambil agar tak melewatkan diri menjadi saksi sejarah sepak bola.

Malam ini pula, Belanda dan Brazil akan berjibaku meraih satu tempat di semifinal. Informasi paling gres yang bisa memperpanas laga keduanya adalah semifinal Piala Dunia 1998 di Prancis. Saat itu Brazil menang dalam tos-tosan, 4-2.

Kekalahan menyakitkan itu tentu akan memantik Belanda dan jutaan rakyatnya mengunyah dendam. Untuk kemudian memuntahkannya saat pluit panjang.

Di kubu Brazil, buruan rekor akan menjadi pemantik mereka untuk mengukuhkan kedigdayaan di ajang sepak bola. Raihan enam kali jawara Piala Dunia adalah motivasi terbesar mereka. Para pendukungnya tak sungkan-sungkan membawa tulisan "Barzil,6" di setiap laga yang dimainkan Pasukan Dunga. Tulisan yang akan terus mengingatkan Kaka cs untuk tetap pada rel juara.

Kesamaan motivasi tentu akan menghadirkan drama yang menarik saat keduanya bertanding di Stadion Nelson Mandela Bay, Port Elizabeth. Inilah yang ditunggu seluruh pecinta sepak bola di dunia.

Namun, akan lebih menarik lagi jika kita menengok gosip yang berkembang sebelum keduanya bertanding.

Belanda yang sedari babak penyisihan bermain aman dan merebut semua kemenangan, diguncang dengan pernyataan Robin Van Persie. Saat Pelatih Belanda Bert Van Marwijk menggantinya di 10 menit terakhir saat Belanda bertemu Slovakia, Robin tak rela. Sekonyong-konyong striker klub Arsenal ini melontarkan emosi dengan menyatakan bahwa rekannya Sneijder-lah yang layak diganti.

"Sneijder bermain lebih buruk dari diriku, tapi kenapa aku yang ditarik. Padahal aku sudah melihat rekahan-rekahan di barisan pertahanan Slovakia dan siap untuk mencetak gol."

Komentar Robin itu tertangkap mata dan telinga kamera dan langsung menyebar di surat kabar-surat kabar Belanda.

Publik Belanda kembali cemas. Memori buruk pertikaian internal jelang laga penting kerap membuat tim ini kalah.

Ingat bagaimana konflik antara pelatih Belanda sebelumnya, Guus Hiddink, yang bersitegang dengan Edgar David di Euro 1996. David yang kala itu menghina Hiddink saat konferensi pers langsung dipulangkan. Hasilnya, Belanda tersingkir.

Juga konflik Marco Van Basten saat mengarsiteki Belanda di Piala Dunia 2006. Ia berkonflik dengan Van Bommel, Seedorf, dan si bengal Ruud Van Nistelrooy. Ujung-ujungnya juga tersingkir.

Jelang kontra Brazil, konflik kembali pecah. Pemicunya Arogansi Persie. Lebih pelik lagi, konflik Persie dan Sneijder sudah menahun. Keduanya juga sempat bersitegang saat tragedi adu mulut yang memperebutkan siapa yang berhak mengeksekusi bola mati di sebuah laga Euro 2008. Belanda akhirnya tersingkir karena kalah dari Rusia.

Apakah ini sinyal kejatuhan kembali Belanda? Sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Yang jelas Marwijk sudah buru-buru menyatukan kompatriotnya dengan pertemuan intensif. Ia bahkan memanggil Persie-Sneijder untuk berbicara enam mata.

Beralih ke kubu Brazil. Di tim ini memang tak terdengar konflik internal, namun beberapa punggawanya digosipkan cedera. Gelandang bertahan andalan mereka Felipe Melo diragukan tampil. Juga tandem Kaka di lini tengah, Elano. Pemain Galatasaray ini divonis menderita cedera engkel kiri. Tulangnya tergores. Sebuah cedera yang langka diderita pesepakbola.

Ada lagi yang patut dicatat di sini. Pernyataan legenda sepak bola Belanda, Johan Cruyff, tiba-tiba mengusik skuadBrazil. Ia semena-mena menyatakan permainan Brazil tak layak tonton. Ia bahkan tak tertarik menyaksikan laga Brazil. "Saya tak akan pernah membeli tiket menonton pertandingan Brazil."

Pernyataan ini unik karena jauh-jauh hari Cruyff juga mempertanyakan filosofi sepak bola yang lama digoreng Belanda: total football. Ia kecewa Marwijk mengkhianatinya.

Dan saya ragu Cruyff tak mau menonton laga Brazil lawan Belanda. Diam-diam, mata kamera pasti akan mencari-cari di mana Cruyff kedapatan serius menonton pertandingan ini.(wandiudara.blogspot.com)

Senin, 28 Juni 2010

Menanti Robin Hood Eropa

Belanda menjadi salah satu tim Eropa yang jauh dari rongrongan kritik. Walaupun sempat dihujat karena mengkhianati filosifi total football, mereka masih bermain baik dengan tiga kemenangan beruntun di penyisihan Grup E Piala Dunia 2010. Bandingkan dengan dua finalis Piala Dunia 2006, Prancis dan Italia yang tersingkir di babak penyisihan.

Tiga kemenangan juga membuat Belanda menjadi tim yang paling diharapkan publik Eropa untuk mempertahankan kedigdayaan Eropa di kancah sepak bola. Inggris dan Jerman memang melaju ke babak 16 besar, tapi keduanya sempat kalah dan menjadi sasaran kritik di negaranya.

Kekhawatiran lain publik pecinta sepak bola Eropa adalah, dari 13 negara Eropa yang menjadi peserta Piala Dunia 2010, hanya enam negara yang lolos ke 16 besar. Mereka adalah Inggris (Grup C), Jerman (Grup D), Belanda (Grup E), Slovakia (Grup F), Portugal (Grup G), dan Spanyol (Grup H).

Di perempat final, jumlah tim Eropa praktis tinggal tiga negara karena keenam negara itu sudah saling jegal di 16 besar. Inggris v Jerman, Belanda v Slovakia, serta Portugal v Spanyol. Bandingkan saat Piala Dunia 2006 yang berlangsung di Jerman. Tim Eropa yang berhasil melaju ke perempat final ada enam negara. Dan negara Eropa pula yang akhirnya menjadi juara setelah menempatkan Italia dan Prancis (dua negara Eropa) di final.

Kondisi ini bertolak belakang dengan tim dari Amerika Selatan. Semua wakilnya lolos dari penyisihan grup. Brasil, Cile, Paraguay, Argentina, dan Uruguay melaju mulus ke 16 besar. Bahkan Uruguay sudah pesan kursi di perempat final setelah mengandaskan salah satu wakil Asia, Korea Selatan. Tulisan ini belum termasuk pertandingan antara Argentina v Meksiko yang bertanding dini hari tadi.

Sekretaris Jenderal FIFA, Jerome Valcke mengakui bahwa tim Eropa memang sedang dalam kurva menurun. Valcke yakin, babak penyisihan grup mencerminkan betapa keroposnya sepak bola Eropa. “Memang mereka mempunyai kompetisi lokal yang berjalan panjang, namun kenyataannya mereka tidak mendominasi.”

Seorang pengamat sepak bola dari Australia, Les Murray, pun percaya, Piala Dunia kali ini bisa menjadi titik kejatuhan sepak bola Eropa. Apalagi jika tim Eropa tak mampu menjuarai Piala Dunia kali ini. Kutukan bahwa negara-negara Eropa tak bisa juara di luar benua mereka, semakin benar adanya.

Kembali ke awal tulisan, Belanda sepertinya layak menjadi Robin Hood bagi tim-tim Eropa. Mereka punya kans untuk bisa mempertahankan kedigdayaan sepak bola Eropa di mata dunia. Walaupun punya kelemahan karena belum sekali pun menjuarai Piala Dunia, setidaknya Van Persie dkk bisa berkaca pada kegagalan.

Tanda-tanda lain bahwa Belanda yang harus dipilih sebagai penyelamat Eropa adalah gol yang dicetak Klaas Jan Huntelaar menjelang injury time ke gawang Kamerun. Gol tersebut semacam sinyal bahwa para sinyo Belanda punya semangat juang tinggi sebelum pluit panjang dibunyikan.

Malam ini, perjuangan Belanda menjadi Robin Hood dimulai saat melawan Slovakia. Vladimir Weiss sebagai pelatih mampu menyatukan anak-anak Slovakia menjadi tim debutan yang sukses melenggang ke Piala Dunia. Prestasi monumental mereka semakin mentereng karena berhasil mengalahkan Italia di laga terakhir babak penyisihan. Sempat menjadi negara yang paling tak berpeluang lolos dari Grup F, mereka justru bisa keluar dari lubang jarum.

Melawan Belanda, bekal Slovakia tak terlalu banyak. Dari empat gol yang disarangkan (tiga di antaranya oleh Robert Vittek), Slovakia hanya mampu melakukan usaha tendangan sebanyak delapan kali. Bandingkan dengan Belanda yang menendang sebanyak 20 kali.

Dan yang patut diwaspadai Belanda adalah serangan balik Hamsik dkk. Selain pertahanan mereka yang kokoh di bawah kendali Martin Skrtel, lini depannya juga jitu memanfaatkan kelengahan lawan.

Jika bisa melewati Slovakia dan (kemungkinan) mengalahkan Brazil di perempat final, Belanda semakin mungkin menjadi pencipta sejarah Eropa. Lebih dari itu, mereka pun bisa menjadi penyelamat Eropa.

Minggu, 27 Juni 2010

Menjinakkan Kick and Rush

Legenda hidup sepak bola Jerman Franz Beckenbauer sangat berharap pertemuan Jerman dengan Inggris di 16 besar Piala Dunia 2010 berakhir seri. Tak peduli berapa gol yang tercipta. Der Kaizer ingin agar pertandingan diakhiri dengan adu penalti. Dan tentu saja, Jerman yang menang seperti di Piala Dunia 1990 dan Piala Eropa 1996.

Franz sebelumnya sempat syok, Jerman dan Inggris harus bertemu lebih awal. Maklum, rivalitas kedua tim sudah melengenda sejak 1966. Saking tegangnya, ia sempat melontarkan kata-kata ‘bodoh’ untuk Inggris. Menurutnya, Inggris belum pantas bertemu lebih awal dengan negaranya. Ia memaki Inggris tak bermain bagus di penyisihan grup dan hanya bisa lolos sebagai runner up.

Tentu saja pernyataannya itu adalah sinyal ketakutan. Walaupun dia akhirnya meminta maaf atas perkataannya dan berbalik menyanjung kehebatan sepak bola Inggris, tetap saja kekhawatiran Jerman tetap kentara.

Di lain pihak, Inggris tak ikut larut dalam pernyataan provokatif Franz. Pelatih Inggris Fabio Capello justru punya keyakinan tim asuhannya akan menang. Salah satu yang membuatnya optimis adalah kemenangan Inggris saat laga persahabatan di kandang Jerman pada November 2008. Saat itu Inggris mempermalukan Jerman di kandangnya sendiri, di Berlin, 2-0.

Kiper Inggris David James, yang belakangan tampil bagus juga menanggapi pernyataan Franz dengan tenang. Walaupun Inggris hanya bisa lolos dengan dua gol, James yakin pertandingan tidak akan berakhir lewat adu penalti. “Jelas kami lebih baik dari Jerman dan ingin mengalahkan mereka untuk kebahagiaan rakyat Inggris,” katanya.

Kalau Capello berkaca pada kemenangan di laga persahabatan, James juga berkaca atas kemenangan Inggris di laga kualifikasi Piala Dunia pada 2001. Inggris menang besar 5-1, juga di kandang Jerman di Stadion Olympic.

Seiring berkembangnya permainan Inggris, Wayne Rooney justru menjadi sorotan. Ia tak juga mampu mencetak gol. Namun, saat laga terakhir melawan Slovenia, ia sudah mulai bermain ngotot. Temannya di Manchester United, Nemanja Vidic, yakin Rooney akan kembali. Entah saat melawan Jerman atau pada laga selanjutnya jika Inggris melaju.

“Jika Rooney meledak pada partai melawan Jerman, saya yakin dia akan menjadi pemain terbaik di Piala Dunia kali ini,” kata James yakin. Walaupun Vidic tak menyatakan itu, dari pernyataannya tersirat harapan serupa.

Kondisi Jerman justru lebih baik dari segi kemampuan pemain. Di tim ini, tak ada pemain yang sangat diharapkan untuk mengangkat performa tim seperti Rooney. Pelatih Jerman Joachim Loew mampu membuat kemampuan semua pemainnya merata. Adapun yang menonjol, mereka tak terlalu menjadi kunci yang tak tergantikan. Sebagai contoh, saat performa Miraslav Klose sedang turun, Jerman punya pengganti yang sepadan lewat pemain muda, Cacau. Begitupula saat lini depan Jerman mandek. Pemain tengah macam Mesut Ozil mampu mengeluarkan Der Panzer dari kebuntuan.

Fakta bahwa Jerman meniru gaya Inggris juga menarik diangkat. Mantan duet Loew, Klinsmann, mengakui bahwa Jerman menerapkan permainan gaya Inggris. Keduanya sering menonton Liga Premier dan kerap mengobrol tentang gaya permainan cepat dan umpan-umpan lambung akurat.

Dan pada pertandingan di babak penyisihan, Jerman justru tampil lebih atraktif dengan gaya Inggris. Gaya ini bisa dilihat saat Jerman dengan gemilang memecundangi Australia 4-0 di laga perdananya. Setelah itu, Jerman sempat kalah dari Serbia karena ada yang terkena kartu merah. Di pertandingan terakhir, mereka kembali bermain baik setelah mengalahkan Ghana 1-0 lewat gol cantik Ozil.

Bagi pecinta bola, tak terkecuali para penggemar Inggris dan Jerman, pertandingan ini akan menarik karena kedua tim sedang dalam performa baik. Keduanya juga akan bermain dengan gaya menyerang yang banyak melepaskan bola. Walaupun Capello sempat membantah ia tak bermain kick and rush, Inggris tentu tak ingin mereka dikalahkan oleh jurus ciptaannya sendiri.

Sabtu, 26 Juni 2010

Menunggu Kejutan Maradona

Argentina tiba-tiba menjelma menjadi tim yang menakutkan. Seiring membaiknya Argentina, tim-tim dari Amerika Latin juga mampu menunjukkan performa luar biasa. Semua wakil Latin melaju ke 16 besar. Apakah tanah Afrika memang menjadi surga bagi negara-negara Latin?
    Yang jelas, menarik diulas adalah pertandingan 16 besar antara Argentina dan Meksiko. Kedua negara sudah sering bertemu. Argentina memimpin dengan 11 kali kemenangan. Sementara Meksiko hanya mampu mendulang empat kali kemenangan. Kekalahan menyakitkan Meksiko dari Argentina adalah saat Piala Dunia empat tahun lalu di Jerman. Meksiko tertekuk di 16 besar lewat gol Maxi Rodriguez saat perpanjangan waktu. Kekalahan itu tentu akan menjadi ajang balas-dendam Meksiko.
    Argentina pasti akan kembali diperkuat trio pemain depannya, Messi-Higuain-Tevez. Messi kembali akan menjadi roh permainan Argentina. Saat ini Si Kutu, julukan Messi, adalah penendang terbanyak di Piala Dunia 2010. Total tendangan yang berusaha ia lesakkan, baik terarah maupun tak terarah ke gawang, adalah 20 kali. Memang usahanya ini belum membuahkan hasil, tapi eksesnya membuat Higuain bisa mencetak hattrick pertama di Piala Dunia.
    Tevez juga akan menjadi perusak pertahanan lawan untuk membuka peluang teman-temannya mencetak gol. Masih secara statistik, Argentina juga paling produktif mencetak gol. Dari tujuh gol yang tercetak, mereka mampu mengumpulkan umpan 1881 kali usaha, baik pendek maupun jauh. Prestasi ini hanya bisa disamai Portugal yang juga mencetak tujuh gol. Patut digarisbawahi, Argentina mencetak gol dari semua pertandingan di babak penyisihan, sedangkan Portugal hanya mencetak gol saat melawan Korea Utara.
    Beralih ke calon lawannya, Meksiko. Tim yang diasuh Javier Aguirre ini termasuk tim yang punya serangan balik yang baik. Tercatat, mereka mampu melepaskan umpan lambung sebanyak 298 kali. Sebanyak 182 kalinya sempurna diterima pemain depan. Beberapa gol juga tercipta dari skenario serangan balik dengan umpan jauh yang akurat.
    Sekilas data itu akan menjadi jaminan bahwa pertandingan di 16 besar ini akan berlangsung menarik. Skill individu pemain dari kedua negara benar-benar akan menjadi tontonan yang sayang untuk ditinggalkan.
    Ada satu hal yang mungkin akan dimanfaatkan Meksiko dalam laga hidup-mati ini. Keinginan Messi untuk mencetak gol pasti akan menjadi bumerang bagi Argentina. Aguirre, saya yakin, akan memanfaatkan celah ini. Dengan titik sentral pada Messi, Meksiko punya peluang melumpuhkan lini depan Argentina.
    Simak bagaimana Pelatih Argentina Maradona yang sangat merindukan “jelmaannya” untuk mencetak gol. "Saya minta maaf Messi tidak mencetak gol," kata Maradona usai laga kontra Yunani. "Saya menjatuhkan diri di atas lapangan ketika tembakannya membentur gawang. Saya sudah melompat dengan kepala lebih dahulu jika ada kolam renang di sekitar saya," sambungnya dikutip dari Bolanews.
    Betapa Maradona merindukan titisannya itu mencetak gol. Inilah kelebihan sekaligus kelemahan Argentina. Pemain Meksiko pasti akan menjaga pergerakannya hingga Argentina frustasi. Selepas itu, mereka akan dengan mudah membalikkan tekanan dengan umpan-umpan jauh mereka yang sudah tak diragukan.
    Geovanni Dos Santos yang lincah di depan akan sangat berbahaya ketika timnya menyerang balik. Tinggal bagaimana kreativitasnya membongkar pertahanan Argentina yang dikawal Martín Demichelis yang pernah melakukan blunder. Tambahan, sembuhnya striker muda dari Arsenal, Carlos Vela, membuat serangan Meksiko makin tajam.
    Kapten tim Meksiko, Rafael Marquez percaya akan hal itu. Pemain yang ikut merasakan kekalahan saat di Jerman empat tahun lalu itu menyatakan,”Argentina adalah tim yang dihuni banyak pemain berkualitas. Dan kita akan mengalahkannya karena itu.” Tak juga boleh dilupakan, Marquez sangat tahu kelemahan dan kelebihan Messi karena keduanya lama berteman di Barcelona.
    Patut dikutip juga pernyataan pemain senior Meksiko yang lain, Gerardo Torrado. Menurutnya, Meksiko hanya butuh kepercayaan diri untuk bisa mengalahkan Argentina. “Pasti kita akan bisa mengalahkan mereka. Dengan catatan, kita punya keyakinan untuk itu.”
    Maradona juga bukan tak memikirkan risiko ini. Ia pasti punya cara lain untuk menipu para pemain belakang Meksiko. Ketika Messi tak berkutik dijaga para pemain Meksiko, bukan tidak mungkin sang pelatih mengeluarkan senjata rahasianya. Dan saya tak sabar menunggu kejutan-kejutan itu.(wandiudara.blogspot.com)

Jumat, 25 Juni 2010

Menanti Tiki-Taka

Dua dari tiga tim Eropa yang punya liga ternama sudah bisa menghindari kutukan tanah Afrika. Inggris dan Jerman sukses mengalahkan lawannya masing-masing dan melaju. Walaupun di 16 besar keduanya bersua, itu perkara lain. Hanya Prancis yang gagal lolos. Sebagian besar orang Irlandia mengatakan bahwa Prancis tak lolos karena mereka tim terkutuk akibat ulahnya di partai play off. Tapi dari segi teknis, Prancis memang tak pantas berada di 16 besar.

Saat ini giliran Italia dan Spanyol yang harus lolos dari lubang jarum. Italia tadi malam sudah diketahui nasibnya. Tulisan ini dibuat sebelum Italia bersua Slovakia.

Praktis, hal yang paling menarik dibicarakan adalah Spanyol. Dini hari ini mereka harus mati-matian mengalahkan Chili yang berada di atas angin untuk lolos karena punya tabungan nilai enam poin.

Di laga melawan Honduras, permainan Spanyol sudah mendekati sempurna. Kekurangannya, para pemain masih tergesa-gesa menyelesaikan peluang matang di depan gawang. Tiki-taka atau umpan pendek-cepat yang menjadi khas mereka sudah mulai berjalan dan enak dilihat mata.

Formasi juga sudah berubah dari saat dikandaskan Swiss. Sergio Busquet bermain lebih ke belakang. Permainan tengah dipegang Xavi Hernandes. Sedangkan Xabi Alonso dan Navas dikonsentrasikan untuk memainkan bola-bola di sayap. Perubahan radikal ada di depan, Pelatih Spanyol Vicente Del Bosque akhirnya menaruh dua penyerang yang sempat dikabarkan tegang, David Villa dan Fernando Torres.

Patut diwaspadai saat melawan Chili adalah kreativitas para pemainnya. Tanah Afrika yang ramah terhadap negara Amerika Latin juga membuat Chili lebih percaya diri. Ditambah tiga perwakilan zona Amerika Latin sudah memegang satu tiket, yakni Uruguay, Argentina, dan Brasil. Paraguay sudah bertanding tadi malam, tapi hingga tulisan ini dibuat, hasilnya belum diketahui.

So, Chili pasti akan termotivasi. Dan tak afdol jika membicarakan Chili, nama Marcelo Bielsa tak disebut. Dialah yang membuat Chili berbeda. Di bawah asuhannya Chili berjaya di kualifikasi zona Amerika Latin. Mereka parkir di posisi kedua, di bawah Brasil yang memimpin satu poin lebih banyak. Namun dari segi kemenangan, Chili lebih baik dari Brasil.

Di tangan ”Si Gila”, sebutan Bielsa, Chili menjadi tim yang menyerang agresif. Ia menerapkan strategi yang aneh, 3-3-1-3. Sebuah formasi menyerang yang tak satu tim punya berani memakainya. Bahkan Belanda yang jaya dengan penyerangan total football-nya pun tak berani menempatkan hanya tiga bek dengan tiga pemain tengah dan empat penyerang.

Trio penyerang Gonzalez, Suazo, dan Sanchez. Juga didukung penyerang lubang Fernandez, serangan Chili amat berbahaya. Ketajaman mereka sudah terbukti saat menekuk Honduras dan Swiss.

Dan Spanyol harus waspada itu. Di pertandingan terakhirnya, mereka bertemu dengan lawan sepadan. Paling menarik dari pertandingan ini adalah filosofi menyerang yang dianut keduanya.

Saya berani menyatakan bahwa pertandingan ini sangat langka dilihat di Piala Dunia. Di saat tim-tim lain membelot memainkan sepak bola sekadar menang (untuk menyebut bermain pragmatis), partai Spanyol dan Chili menjadi pengecualian. Bahkan bisa jadi pertandingan ini akan dikenang sepanjang sejarah sebagai pertandingan terbaik di Piala Dunia. Lepas dari tim mana yang menang dan akan melaju ke 16 besar.

Di pertandingan ini kita akan melihat tusukan-tusukan khas tiki-taka Spanyol. Kita juga berharap aksi-aksi Torres dan Villa mencetak gol. Atau umpan-umpan magis Xavi dan Iniesta di lapangan tengah. Sambil berharap, Chili meladeni serangan-serangan Spanyol dengan permainan-permainan individu pemain dalam menusuk pertahanan Spanyol. Melihat umpan-umpan terobosan dari kiri-kanan-tengah menuju Suazo yang sangat dingin di depan gawang.

Spanyol tentu banyak diharapkan menang. Apalagi tim ini banyak dihuni pemain yang sudah banyak dikenal pencinta sepak bola. Tanpa kehadiran Spanyol di babak 18 besar, Piala Dunia semakin tak menarik.

Kamis, 24 Juni 2010

Beri Canna Video Baresi

Italia wajib menang atas Slovakia jika tak ingin bernasib seperti Prancis. Tersingkir di permulaan babak hanya akan melanggengkan cibiran setelah dua kali mereka imbang. Pilihan sejarah untuk mengaitkan hasil Italia malam ini adalah, sukses melaju ke babak kedua seperti Piala Dunia 1982 atau gagal total seperti di Piala Dunia 1986.

Harapan melaju sebenarnya ada walaupun bermain imbang. Tapi itu harus dengan memo, Selandia Baru kalah dari Paraguay. Skenario ini amat kecil kemungkinannya. Dan malu jika Italia yang mantan juara Piala Dunia 2006 itu hanya bisa lolos dengan catatan.

Ringkasnya, Italia harus mampu meringkus Marek Hamsik dkk! Caranya? Pernyataan mantan pelatih Italia (1991-1996) Arrigo Sacchi pantas dikutip.

“Italia hanya perlu mempelajari motivasi. Materi di tahun 2006 (saat Italia juara) juga tak bagus-bagus amat. Hanya ada tiga yang mentereng, yakni Buffon, Cannavaro, dan Materazzi. Jadi, jangan beralasan kalau materi pemain saat ini kurang berkualitas.”

Motivasi bagi Sacchi ibarat bensin. Ia mengandaikan, Italia saat ini layaknya mobil Ferrari yang kehabisan bensin. Secepat dan secanggih apapun mobil, tanpa bensin tidak bisa melaju.

Peluang meraih kembali motivasi juara sebenarnya terbuka lebar. Italia diuntungkan dengan posisi Slovakia yang saat ini berada di ekor Grup F dengan hanya mengumpulkan nilai satu hasil dari imbang melawan Selandia Baru (1-1) dan kalah dari Paraguay (0-2).

Posisi tak mengenakkan itu memaksa Slovakia untuk tampil menyerang jika ingin punya asa lolos dari fase grup. Di sinilah keuntungan Italia yang tak didapat di dua laga sebelumnya.

Dalam posisi diserang, Italia justru senang. Sejarah membuktikan bahwa Italia adalah tim yang tidak nyaman menang dalam penguasaan bola. Mereka kerap tak menemukan kreativitas jika diuji untuk membongkar puzzle pertahanan lawan.

Masih segar di ingatan bagaimana Montolivo dan De Rossi tak mampu mengirim bola bagus ke Iaquinta saat ditahan All Whites, Selandia Baru. Umpan-umpan datar yang diinstruksikan Marcelo Lippi justru tak digubris. Para pemain malah menerapkan umpan-umpan lambung yang mubazir karena tangguhnya pertahanan yang digalang Ryan Nelsen.

Apalagi jika Andrea Pirlo dipercaya bermain. Siapa yang meragukan sniper Italia di lapangan hijau ini. Bersama Gattuso, kehadiran Pirlo pasti akan membantu menjalankan ciri khas Italia, serangan balik. Umpan-umpan jauhnya akan memanjakan siapa pun yang berada di depan. Terlebih jika Lippi memasang striker yang punya kecepatan lari seperti musang. Dan Gilardino patut diberi satu tempat untuk menjalankan tugas itu.

Untuk menyempurnakan misi ini, Italia juga harus berani menempatkan hanya tiga pemain di belakang. Tempatkan Cannavaro sebagai sweeper. Untuk memotivasinya, beri dia video rekaman aksi-aksi Franco Baresi saat memimpin Italia melaju ke final Piala Dunia 1994.

Video tersebut amat penting jika melihat perangai Canna, sebutan Cannavaro, yang meledak-ledak. Bek Juventus ini juga harus lebih tenang mengantisipasi bola-bola cepat dan datar. Kesalahan seperti saat melawan Selandia Baru haram untuk diulangi. Tak ada alasan lagi untuk tidak bisa memotong, mengontrol, dan membuang bola jauh dari kotak penalti.

Jika sudah bermain tanpa cela, Bonucci dan Chiellini yang mendampinginya di belakang sudah cukup untuk mengamankan gawang yang dijaga Marchetti.

Skenario selanjutnya, bersiap-siaplah menghadapi Belanda di babak 16 besar.
(Foto: Fabio Cannavaro/AFP)

Rabu, 23 Juni 2010

Menafsir Petisi (Pemain) Inggris


Pemain Inggris gusar. Mereka mulai menuntut cara melatih Capello yang asal Italia itu. John Terry juga mulai jumawa dengan status Inggris di dadanya.

“Anda tahu apa? Lalu kenapa? Saya di sini untuk Inggris!”

Terry melontarkan kalimat itu di hadapan pers. Konteksnya, Terry dan delapan tulang punggung skuat Inggris ingin Capello mengubah cara dia memperlakukan pemain.

Selepas kalah dari Meksiko (2-0), sembilan pemain Inggris dipanggil Capello untuk membicarakan performa tim. Reaksi pemain justru di luar dugaan Capello. Mereka mengajukan tiga tuntutan: (1) Ganti Emile Heskey dengan Joe Cole, (2) beri sedikit kelonggaran, dan (3) sediakan waktu lebih banyak untuk mempelajari tim lawan.

Capello bergeming. Ia hanya ingin membicarakan performa keseluruhan tim. Gara-gara sikap keras kepala Capello, tiga tuntutan itu akhirnya terpapar ke media. Dan keluarlah kata-kata keras seperti yang saya kutip di atas.

Menarik membahas tiga tuntutan pemain Inggris. Emile Heskey yang selalu diturunkan di dua pertandingan Inggris, tampil tak maksimal. Duetnya dengan Wayne Rooney di depan sangat tak padu. Keduanya kerap bermain melebar. Heskey yang dulu sangat oportunis di depan gawang, kali ini tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan untuk sekadar menyambut umpan silang pemain sayap, ia kerap luput. Anehnya, Capello kerap telat menggantinya.

Pilihan Joe Cole sebagai pengganti juga menarik disimak. Dia belum pernah diturunkan saat melawan AS maupun Meksiko. Dan posisinya juga bukan penyerang. Joe lebih sering ditempatkan di sayap kanan saat bermain di Chelsea. Tapi, dari segi kreativitas, pemain kelahiran London 29 tahun lalu ini tak perlu diragukan lagi.

Para pemain Inggris percaya, kehadiran Joe akan membuat serangan Inggris semakin bervariasi. Dia juga dipercaya bisa membangkitkan kreativitas Rooney yang tak kunjung muncul.

Tuntutan mengganti Heskey dengan Joe otomatis meminta Capello mengganti pola permainan. Faktanya, Inggris yang selalu bermain 4-4-2 hanya memasukkan satu gol dari dua pertandingan. “Berarti, ada yang salah dengan formasi.” Mungkin demikian yang ada dibenak para penuntut Capello.

Merujuk posisi Rooney di Manchester United, formasi Inggris versi Capello sepertinya tak cocok untuk Rooney. Di MU, Rooney ditempatkan sebagai penyerang tunggal. Dan terbukti, dia sakti mencetak gol. Menarik disimak, Chelsea yang juga banyak menyumbang pemain untuk timnas Inggris, juga menerapkan formasi yang menempatkan satu pemain di depan.

Artinya, pola 4-4-2 yang diterapkan Capello sudah kagok diimplementasikan pemain. Mereka justru meminta Capello menumpuk banyak pemain di tengah. Tuntutan memasukkan Joe juga masuk akal karena dia bisa berperan sebagai pencuri yang sewaktu-waktu menusuk ke daerah pertahanan lawan dan menjebol gawang.

Dilihat dari pertahanan pun, Inggris akan beruntung dengan banyaknya pemain tengah. Ketiadaan tiga bek pendamping Terry, yakni Rio Ferdinand (cedera), Ledley King (menyusul cedera), dan Jamie Carragher (akumulasi kartu), bisa ditutupi oleh pemain tengah.

Tuntutan kedua pemain, “Beri kami kelonggaran!” Nah, ini yang multiinterpretasi. Melihat jadwal latihan tim Inggris, para pemain sebenarnya mendapat banyak kelonggaran. Capello memberikan waktu bebas dua kali bagi pemain, yakni pada pukul 14.00 hingga 19.30 dan pukul 21.30 hingga keesokan harinya sebelum latihan (pukul 08.00). Artinya, dalam sehari, waktu bebas mereka sebanyak 15 jam! Lebih dari cukup untuk berleha-leha.

Tapi, ketika ingat bahwa Capello meminta para pemain untuk tak minum alkohol dan tak bercinta selama Piala Dunia, saya mafhum. Rooney dan kawan-kawan merasa tak bisa keluar dari tekanan media dan warga Inggris yang terkenal bermulut tajam. Mereka merasa, alkohol dan bercumbu dengan WAGs adalah solusi keluar dari tekanan. Termasuk tekanan dari terkaman kata-kata Capello sendiri. Berapa jam pun mereka diberi kebebasan, tanpa ‘minum’ dan ‘ngeseks’, terasa menjemukan.

Sedang tuntutan ketiga, menurut saya, adalah ekses. Meminta pelatih untuk memperpanjang waktu mempelajari kekuatan dan kelemahan tim lawan sebenarnya tidak masuk akal. Bukankah itu tugas Capello yang sudah digaji FA (PSSI-nya Inggris) sebesar Rp81 miliar per tahun? Pemain tinggal menerapkan instruksi pelatih.

Sekarang, tinggal bagaimana Capello berbesar hati mengabulkan dua tuntutan anak asuhnya. Untuk permintaan ketiga, bolehkan dia menolak. Setidaknya, Capello tidak cepat-cepat didepak dari tim Inggris hanya karena kalah melawan Slovenia dan gagal melaju fase 16 besar.(*)
(Foto: Capello dan Terry/AFP)

Selasa, 22 Juni 2010

Dosa Dosa Domenech

Prancis benar-benar dalam tekanan. Diusirnya Nicolas Anelka merupakan puncak gunung es carut-marutnya internal tim juara Piala Dunia 1998 dan juara Piala Eropa 2000 ini. Sejak lolos kualifikasi dengan kontroversial karena peristiwa “tangan Tuhan” Thiery Henry, Prancis kerap disorot sebagai tim yang tak berhak maju ke putaran final Piala Dunia.

Semua media menyorot Raymond Domenech atas pincangnya performa tim Ayam Jantan ini. Dia yang telah melatih tim ini sejak 2004, belum pernah sekalipun mengangkat gelar. Prestasi terbaiknya adalah mengantar Prancis menjadi finalis Piala Dunia 2006. Sayang, mereka kalah dari Italia lewat drama adu penalti. Kekalahan itu semakin diperunyam dengan diusirnya Zinedine Zidane karena menanduk dada Marco Materazzi.

Sejak saat itu, prestasi Prancis tak pernah stabil. Persoalan regenerasi pemain juga bermasalah. Frank Ribery yang disebut-sebut sebagai pengganti Zidane, justru terus bermasalah dengan pribadinya. Ada pula Yoann Gourcuff yang dipercaya Domenech menggantikan peran Zidane mengatur lapangan tengah Prancis, masih jauh dari sekadar mirip.

Prancis justru terpuruk di Piala Eropa 2008. Mereka tak mampu menjadi dua terbaik di Grup C yang merupakan grup neraka. Prancis pun hanya mampu meraih nilai satu.

Domenech tak dipecat dengan hasil buruk di Piala Eropa. Media-media Prancis sempat memintanya untuk mundur, namun Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) masih percaya padanya. Saat itu, FFF beralasan Prancis harus siap-siap menghadapi Piala Dunia 2010. Mencari pelatih baru berarti harus membangun tim dari nol lagi.

Keputusan FFF keliru. Tim Prancis ternyata tak lebih baik. Mereka terseok-seok di kualifikasi dan lolos dengan kontroversial saat menjalani laga play off melawan Irlandia. Seperti yang dijelaskan di awal, Prancis harus mengklaim dukungan “Tuhan” melalui tangan Henry yang menahan bola sebelum mengoper ke William Gallas yang saat itu menjadi penentu kemenangan.

Alih-alih mentereng di putaran pertama Piala Dunia, Prancis tak berdaya melawan Uruguay di partai perdananya di Grup A. Di pertandingan itu, tak satu pun peluang bagus didapat Ribery dkk. Prancis justru kebingungan mencari cara untuk mengolah bola yang benar untuk dikonversikan menjadi gol.

Hasil tak maksimal itu memunculkan berbagai rumor. Dosa masa lalu kembali terungkap. Domenech kembali dituding tak realistis saat memilih 23 pemain berdasarkan astrologi. Domenech sangat menghindari memanggil pemain dengan zodiak scorpio. Tak heran jika Robert Pires, Ludovic Giuly, Podreti, dan Micoud tak pernah menjadi prioritasnya. Tak masuknya Samir Nasri dan Karim Benzema pun semata-mata karena ramalan bintang.

Ekspektasi semakin tinggi kala Prancis menjamu Meksiko. Sebelumnya, Meksiko tak pernah menang lawan Prancis. Publik Prancis berharap, laga melawan Meksiko ini menjadi batu loncatan Prancis untuk bangkit dan merebut kemenangan demi kemenangan.

Lagi-lagi, Prancis gagal. Meksiko justru berhasil menorehkan sejarah gemilang dengan menumbangkan Prancis 2-0. Prancis yang bertabur bintang itu tetap tak punya kreativitas untuk membuka pertahanan lawan. Ribery yang dimainkan di tengah bermain tanpa arah. Malouda yang ditempatkan di sayap kiri kerap salah paham dengan Ribery. Di depan, Anelka seperti anak ayam kehilangan induknya. Dia berlari tak keruan.

Zidane sebenarnya sudah membujuk empat pemain Prancis agar mereka melapor ke Domenech untuk mengubah pola menjadi 4-4-2. “Pasang satu penyerang lain untuk menemani Anelka. Kembalikan lagi posisi Ribery di sayap kanan,” mungkin begitu saran Zidane. Namun, Domenech tak mendengarkan saran itu. Ia tetap bermain dengan pola yang sudah usang.

Keadaan semakin buruk ketika Anelka ditarik keluar sebelum laga melawan Meksiko berakhir. Ia kesal. Menurut wartawan, Anelka sempat melontarkan kata-kata kotor ke depan muka Domenech saat di ruang ganti. “Sialan, dasar kamu anak pelacur!” Begitu kata Anelka. Namun, Anelka membantah telah melontarkan kata kasar. “Itu hanya karangan media,” imbuhnya.

Lepas dari kata apa yang terlontar dari mulut kecil Anelka, dia akhirnya didepak FFF dari skuat Prancis. Para pemain bereaksi dengan mogok berlatih pada sesi latihan Minggu (20/6).

Melawan tuan rumah Afrika Selatan malam ini, Prancis minimal harus menang telak 4-0 untuk bisa melaju ke babak 16 besar. Itu pun dengan catatan, laga Meksiko kontra Uruguay tak berakhir imbang. Inilah ujian Domenech sesungguhnya. Dia harus menang agar dosa-dosanya terampuni.

Senin, 21 Juni 2010

Gemuk di Tengah

Banteng yang ditunggangi matador terlalu gemuk. Ini membuat lari mereka lambat. Serangan-serangan hanya tertahan di tengah. Tercatat, Spanyol hanya delapan persen bisa menguasai lini depan. Di sayap kanan, persentase penguasaan bola juga tak melebihi sepuluh persen.

Padahal, dari penguasaan bola, Spanyol menguasai hampir 60 persen. Sedangkan Swiss hanya sesekali menyerang dan memanfaatkan kosongnya lini belakang Spanyol.

Dan petaka itu terjadi, Spanyol yang keasyikan menyerang, justru tersengat. Swiss berhasil menjebol gawang yang dijaga kurang ketat oleh Iker Casillas. Spanyol pun tumbang. Gelar tim paling favorit memenangi Piala Dunia terkikis.

Di pertandingan kedua yang akan berlangsung dini hari ini, Spanyol wajib menang melawan Honduras. Tentu, laga akan berlangsung menegangkan karena kedua tim sama-sama mereguk kekalahan di pertandingan perdananya di grup H. Mau tak mau, kemenangan harus didapat jika tak ingin angkat koper lebih awal.

Sedikit berkaca pada sejarah, kedua tim baru bertemu sekali pada Piala Dunia 1982. Saat itu, Spanyol bertindak sebagai tuan rumah. Dan laga itu adalah laga perdana Spanyol dan laga debutan bagi Honduras di Piala Dunia.

Hasilnya, Honduras mampu merepotkan Spanyol yang kala itu diarsiteki Jose Santamaria. Negara yang berada di ekor Amerika Tengah itu mampu memimpin terlebih dulu melalui gol Hector Zelaya di menit ke-7. Penggila La Furia Roja yang memadati Stadion Luis Casanova (saat ini Stadion Mestalla), Valencia, sempat tegang selama hampir satu jam sebelum akhirnya Spanyol diselamatkan tendangan penalti di menit ke-65. Spanyol terselamatkan.

Dan 28 tahun kemudian keduanya kembali bertemu. Pelatih Honduras saat ini, Reinaldo Rueda, yakin bisa mengatasi perlawanan Spanyol. Ia yakin mampu membawa anak asuhnya mencapai target tertinggi dibandingkan pada 1982.

“Saya sudah melihat bagaimana mereka bermain melawan Swiss. Materi pemain mereka memang bagus, koordinasi permainan juga susah untuk dihentikan. Tapi dengan kebersamaan kami, tidak ada hal yang tidak mungkin untuk mengalahkan mereka,” umbar Rueda.

Pernyataannya memang tepat jika dikontekskan pada saat Spanyol dikalahkan Swiss. Tapi Rueda alpa, Spanyol saat itu bermain dengan satu striker. Pelatih Vicente Del Bosque terlalu menumpuk pemain di tengah. Seakan-akan dia tak ingin satu pun pemain tengah Spanyol yang saat ini bertabur bintang, tak diturunkan secara bersamaan sebagai pemain inti.

Di sinilah kesalahan Spanyol. Mantan Pelatih Spanyol Luis Aragones juga keras mengkritik strategi Bosque itu.

Aragones menyatakan, menyatukan dua gelandang bertahan Sergio Busquets dan Xabi Alonso amat mubazir. Keduanya terlihat kikuk untuk menempatkan posisi.

Kehadiran dua pemain ini juga menyulitkan Xavi dan Iniesta untuk bergumul menciptakan peluang bagi pemain depan. Alonso kerap mengambil alih posisi Iniesta. Terpaksa, Iniesta pun harus lebih berperan sebagai penyerang. David Villa yang dipasang sendirian kerap kesulitan menerima umpan-umpan Iniesta kerena jarak mereka terlalu dekat.

Kritik itu tentu membuat Bosque geram. Namun, diam-diam ia menerimanya. Rencananya Bosque akan memainkan Fabregas dan mengistirahatkan Busquets. Selain itu, ia juga akan menduetkan Villa dengan Fernando Torres yang sudah pulih dari cedera. Kehadiran Torres tentu akan menggeser antara David Silva atau Alonso.

Dengan formasi 4-4-2, Spanyol akan lebih menggigit. Lini tengah akan kembali proporsional. Tinggal bagaimana mereka bisa bermain tenang dan tak terburu-buru untuk mengirimkan umpan ke depan. Jika skenario seperti itu, Spanyol dipastikan akan menang besar.(*)
(Foto: Vicente Del Bosque/AFP)

Minggu, 20 Juni 2010

Menanti Aksi Marchetti

Keajaiban datang pada situasi yang tak terduga. Piala Dunia 2010 berjalan seperti film epik, sangat lambat pada pembukaan, kemudian mulai menunjukkan ketegangan-ketegangan. Spanyol tumbang, Perancis tak berkokok, disusul Jerman yang gembos oleh pasukan Serbia. Inggris pun hanya mampu bermain seri di dua laganya melawan Amerika Serikat dan tim yang dianggap lemah, Aljazair.

Apakah Afrika Selatan akan menjadi kuburan buat tim-tim Eropa? Masih jauh untuk mengira-ngira, tapi kemungkinan sedang menuju ke sana. Empat tim Eropa yang punya liga amat prestisius, tak berkutik di negara kaya berlimpah emas ini.

Menarik diulas adalah satu tim Eropa lain yang juga terseok-seok di pertandingan pertamanya: Italia. Hari ini, Si Biru akan menjamu Selandia Baru di Stadion Mbombela, Nelspruit.

Pada pertandingan pertama melawan Paraguay, Italia hampir tumbang. Untung Daniele De Rossi mampu menyelamatkan muka Marcello Lippi.

Selandia Baru juga tidak hebat-hebat amat. Bahkan tim berjuluk All Whites ini juga hampir tumbang dari tim pendatang baru Slovakia. Untung, di detik-detik terakhir Winston Reid membuat gol. Geerrh..pendukung mereka langsung bersorak-semarai. Reid berlari sambil membuka baju layaknya merayakan kemenangan di laga final.

Menghadapi pasukan Ricki Herbert , Italia akan bertanding tanpa Gianluigi Buffon di bawah mistar gawang.

Posisinya akan digantikan kiper Cagliari Federico Marchetti.

Nah, Marchetti inilah yang menjadi bintang sebelum pertandingan tersebut dimulai. Amat mungkin akan menjadi bintang sebenarnya setelah pertandingan. Entah itu sebagai man of the match atau sebagai kambing hitam kekalahan.

Apa pasal? Pertandingan nanti malam adalah debut pertama Marchetti di Piala Dunia sejak babak pertama. Lelaki 27 tahun ini juga punya banyak pengalaman hidup yang menyedot pengamat sepak bola untuk membahasnya. Ditambah masalah di luar pertandingan seperti, (lagi-lagi) bagaimana dia mampu menjinakkan si bola pesta, jabulani.

Marchetti adalah pemain unik di skuat Italia. Karirnya hampir tamat karena tragedi kecelakaan mengerikan yang menimpanya pada tahun 2005. Beruntung, kecelakaan itu tak membuatnya cedera parah. Dia justru semakin ulet berlatih. Beberapa tim mulai dari tim Serie C hingga tim-tim di Serie B pernah ia sambangi, hingga akhirnya datang tawaran dari Cagliari.

Di klub inilah namanya mulai mentereng. Pergerakannya mirip dengan Buffon. Refleknya baik. Antisipasi bola-bola atasnya juga tak diragukan. Ia juga merupakan salah satu penjaga gawang terbaik di Serie A.

“Pergerakan saya tak secepat Gigi (panggilan Buffon). Refleks saya juga tak sebaik dia. Saya lebih baik karena saya lebih muda dan kuat. Kurasa, dengan modal itu, saya juga bisa bermain baik.” Demikian jawaban Marchetti menanggapi pernyataan wartawan tentang kemiripannya dengan Buffon.

Marcelo Lippi tahu kalau penjaga gawang ini gigih. Tak heran, ia dipanggil ke timnas dan ditempatkan sebagai penjaga gawang nomor dua di bawah Buffon. Dan ketika Buffon cedera, keberuntungan kembali menghampirinya.

Italia akan berusaha menang malam ini. Marchetti juga akan banyak dilupakan pemain belakang yang lebih memilih membantu serangan. Begitu para pemain lengah, dialah yang harus bertanggung jawab menjaga gawang dari serangan balik Kiwis, sebutan lain Selandia Baru.

Di sinilah ujian buatnya. Apakah keberuntungan kembali menaunginya atau ia akan menjadi kambing hitam Italia untuk menyusul tim-tim jawara Eropa yang sudah tumbang? Selamat menyaksikan.(*)

Sabtu, 19 Juni 2010

Misi Belanda di Mabhida

Dua negara mantan penjajah Indonesia, Belanda dan Jepang, akan berperang malam ini di Stadion Moses Mabhida, Durban. Gelandang Jepang Yuki Abe sudah buru-buru menebar ancaman di situs Goal. "Belanda berpikir mereka memiliki kekuatan di lini depan. Kami akan mencoba membuat mereka frustrasi. Kami akan menjaga setiap pemain Belanda," ujar gelandang klub Urawa Reds itu.

Pernyataan terburu-buru Abe adalah sinyal motivasi Jepang untuk buru-buru juga melangkah ke babak 16 besar. Laga sebelumnya, Jepang sukses mengalahkan Kamerun 1-0. Di laga tersebut, para pemain Jepang juga membuat tak berkutik Samuel Eto’o dan sejawatnya.

Selain Abe, optimisme pun teruar dari gelandang berpengalaman Junichi Inamoto. “Rasa bersatu dan kepercayaan diri meningkat setelah kemenangan melawan Kamerun. Yang jelas, ini positif setelah empat kekalahan (di laga uji coba).”

Performa tim Jepang saat melawan Kamerun memang sangat baik. Gol Keisuke Honda sangat brilian. Berawal dari umpan silang lambung Daisuke Matsui di sisi kiri pertahanan Kamerun, Honda mampu mengontrol bola dengan baik sebelum meneruskannya menjadi gol. Bukan hanya golnya yang indah, gabungan umpan pendek dan umpan jauh yang membuat Kamerun ketar-ketir juga tak kalah berkelas. Matsui bahkan mampu mengirim umpan yang bisa melewati dua menara Kamerun.

Bertolak belakang dengan Jepang, Belanda justru bersikap hati-hati. Pelatih Belanda Bert van Marwijk menilai laga melawan Jepang akan lebih sulit dibandingkan saat mengalahkan Denmark.

Jepang yang dulu tak pernah diperhitungkan di tingkat dunia, berubah menakutkan bagi tim Eropa, bahkan tim sekaliber Belanda. Begitu kira-kira kata lain dari pernyataan Marwijk.

Dilihat dari performa, permainan Belanda memang tak terlalu bagus. Walaupun menang 2-0, permainan mereka masih jauh di bawah performa kala bermain di kualifikasi maupun uji coba jelang Piala Dunia.

Seperti Spanyol, Belanda punya kelemahan mudah menyerah jika berhadapan dengan tim yang bertahan super. Sejarah yang menyesakkan selama Piala Dunia 1974 dan 1978 masih menempel erat di benak para pemain. Datang sebagai tim favorit, Belanda sangat terpukul dengan dua kali kalah di final Piala Dunia tahun itu. Sehingga, mereka tak pernah benar-benar bisa bangkit pada Piala Dunia berikutnya.

Tapi ini masih babak penyisihan. Masih jauh untuk membicarakan trauma. Para pemain Belanda juga sudah sedikit-sedikit mengikis efek trauma itu. Apalagi, banyak pemain Belanda yang sudah bermain di Liga Jerman. Menurut filosof sepak bola, Sindhunata, pengaruh (semangat) Jerman diam-diam telah meresapi para pemain Belanda.

Sindhu lalu mengutip pernyataan Pelatih asal Belanda Huub Stevens yang menyatakan bahwa pemain Belanda telah mengubah mentalnya. “Mereka tidak lagi memberikan semuanya untuk menang,” jelasnya.

Sampai di sini, saya paham mengapa Belanda memilih bermain untuk menang daripada bermain sombong memperlihatkan keindahan. Inipula yang pernah dikritik “penyebab” trauma Belanda, Johan Cruyff: Bahwa Belanda sudah terjangkit virus sepak bola “pragmatis”.

Lihat saja saat laga melawan Denmark. Pasukan oranye bunga tulip ini bermain biasa saja. Gol pertama terlahir karena bunuh diri. Gol kedua yang diciptakan Dirk Kuyt juga tak seindah gol semata wayang yang mengantar Jepang mengalahkan Kamerun. Serta, Tak banyak publik Belanda yang mengapresiasi hasil itu.

Menanggapi fakta tersebut, jawaban Wesley Sneijder cerdas. Salah satu pemain kesayangan Jose Mourinho saat masih menangani Inter Milan ini menyatakan, "Di Spanyol dan Italia, para pendukung amat suka jika Anda bisa menang dengan permainan bagus. Namun, tanpa itu pun, mereka mengapresiasi sebuah kemenangan."

Pernyataan berikutnya lebih menohok, “Saya tidak pernah ingat jika ada tim di Piala Dunia ataupun Euro yang tampil fantastis dalam enam pertandingan yang mereka mainkan.”

Melawan Jepang malam nanti, Belanda tetap favorit. Mereka tidak akan terlalu ngotot untuk bermain sepak bola indah seperti yang diinginkan publiknya. Para pemain yakin, dengan mengejar kemenangan, publik Belanda tetap akan memaksakan diri datang ke Moses Mabhida.

Jumat, 18 Juni 2010

Amarah Don Fabio

Usai ditahan imbang Amerika Serikat, keesokan harinya tiga pemain Inggris bermain golf di The Lost City Golf Course, Sun City. Mereka, Robert Green, Peter Crouch, dan Wayne Rooney. Green yang menjadi kambing hitam masyarakat Inggris nampak santai memukul bola. Begitu pula dengan Rooney dan Crouch yang sebelumnya bermain di bawah performa.

Apakah ini sinyal bahwa Inggris tak tertekan dengan hasil imbang melawan AS. Bahkan mereka juga tak terlalu peduli dengan cemoohan rakyat Inggris? Layaknya pertanyaan itu dijawab usai Three Lions bersua Aljazair petang ini di Cape Town.

Meski begitu, saya sedikit terusik dengan sikap Fabio Capello. Mengapa Don Fabio tak meledak-ledak saat tim asuhannya bermain biasa dan hanya menuai imbang. Ia yang biasa berbusa memarahi pemain, kali ini justru melindungi blunder Green dari tusukan pena hampir seantero wartawan Inggris. Ia bahkan tak memberi sinyal akan mengganti Green di pertandingan berikutnya.

Dengan santai ia berdalih bahwa kesalahan Green itu manusiawi. "Dia melakukan satu kesalahan. Tapi, ia juga melakukan banyak penyelamatan gemilang di babak kedua. Saya puas dengan penampilannya. Kadang kala, seorang striker kehilangan peluang bagus. Kadang kala, kiper melakukan kesalahan. Itulah sepakbola," kata Capello mengutip Goal.

Bandingkan sikap itu dengan insiden ngambek Capello saat Inggris menang 3-0 lawan anggota Liga Primer Afrika Selatan, Platinum Stars, di laga terakhir uji coba. Ia marah karena melihat buruknya kerjasama tim, terutama seringnya para pemain melakukan kesalahan sendiri. Tak hanya marah, ia bahkan memaki-maki para pemain di kamar ganti. Kemarahan yang menurut Jhon Terry paling menakutkan selama Capello menangani Inggris.

Atas sikap bertolak belakang Capello ini, saya jadi teringat sosok ayah. Capello benar-benar menempatkan dirinya sebagai teman saat anaknya dalam kesulitan. Sebaliknya, saat sedang latihan ia bebas mencaci pemain semata karena performanya menanjak. Begitu masuk kompetisi, Capello merasa sudah harus melepas. Fase marah-marah harus ditanggalkan kalau tidak ingin anak asuhnya kalut.

Capello saat ini justru menjadi satu-satunya pelindung para pemain Inggris. Ia bahkan menjadi tameng saat semua orang meragukan tim Inggris. Satu contoh, bagaimana ia melindungi Green.

Capello yang biasanya diam tak beraksi dengan kritikan terhadap pola permainannya, juga langsung bereaksi saat legenda Jerman Franz Beckenbauer mengkritiknya. Sang Kaisar menyebut bahwa Inggris kurang kreatif bermain sepak bola. “Mereka banyak membuang bola ke depan. Tipikal kick and rush,” katanya.

Alih-alih mempertahankan diri, ia justru menjawab kritikan itu dengan memuji para pemainnya. "Kami tidak memainkan bola-bola panjang. Kami memainkan banyak umpan dan punya peluang mencetak gol. Karena alasan ini, saya tak paham apa yang Beckenbauer katakan," tambahnya.

Menarik disimak adalah alasannya menyalahkan jabulani. Bola ini kembali menjadi aktor utama di Piala Dunia 2010, mengalahkan aksi para pemain. Menurutnya, jabulani adalah bola terburuk yang pernah ia lihat selama hidupnya.

“Bencana bagi para pemain. (Bola) itu buruk bagi kiper karena pergerakannya sulit. Sangat sulit memahami ke mana bola bergerak, apalagi saat mengumpan jauh. Sangat susah dikendalikan, ," paparnya mengutip BBC Radio Five Live.

Lalu, siapa yang akan menang? Inggris atau Aljazair? Oh, saya luput membahas teknis pertandingan. Sikap Capello terlalu menarik untuk diulas. Pertanyaan itu mungkin bisa saya jawab besok, saat semua koran ibu kota menyimpan berita di halaman satu tentang keberhasilan Inggris mengatasi Aljazair.

Kamis, 17 Juni 2010

Cerita tentang Meredam Ketakutan

Argentina berupaya mengenyahkan ketakutan mereka dengan bicara banyak. Jika menang melawan Korea Selatan malam ini, Messi dkk dipastikan maju ke 16 besar. Itulah masalahnya, terlalu banyak tekanan membuat kepercayaan diri mereka goyah.

Dengar saja bagaimana Messi berusaha meyakinkan diri dan teman-temannya betapa Argentina itu besar. “Musuh Argentina adalah Argentina sendiri. Saya mengatakan ini bukan menganggap kecil tim lain, tapi kami memang punya kualitas dan talenta. Seharusnya kita tidak takut pada tim manapun,”

Messi juga berusaha menepis keraguan orang akan Maradona. “Maradona adalah motivator luar biasa dan mendapatkan dia di tim sebagai pelatih adalah kebanggaan buat kami.”

Masih mengutip Soccernet, Messi meyakini metode Maradona yang punya pengaruh bagus bagi tim. Mana ada pelatih yang memberi hukuman macam Maradona yang menempatkan pemain yang kalah dalam latihan, berjejer di depan gawang, kemudian diberondong bola oleh pemain yang menang.

Omong banyak Messi ini saya terjemahkan sebagai upaya Messi untuk menguatkan dirinya jelang laga lawan Korea Selatan. Dia sangat khawatir.

Di laga perdana Grup B, Messi absen menyumbang gol. Padahal, dia adalah pemain paling subur dalam perkara menendang bola ke arah gawang. Setidaknya delapan tendangan yang mengarah ke gawang Vincent Enyeama, tapi tak satu pun menghasilkan. Kiper Nigeria itu seakan sudah ratusan kali memutar video aksi Messi menjebol gawang, sehingga dia hafal betul ke mana arah bola akan ditempatkan.

Tentang memuji setinggi langit pelatihnya, ini juga pertanda bahwa metode melatih Maradona masih diragukan. Pele sempat bergosip keinginan Maradona melatih Argentina semata karena butuh uang. Gosip tersebut dibumbui bukti, selama kualifikasi Argentina terseok-seok dan sempat dihancurkan Bolivia 1-6.

Lupakan gosip. Kita masuk ke masalah teknis. Di pertandingan perdana, ucapan Messi ada benarnya. Argentina tampil bagus. Messi bahkan menjadi magnet di tim Argentina seperti saat dia bermain untuk Barcelona. Semua bola selalu berusaha diarahkan pada dirinya. Ini teknik yang menurut saya sangat riskan jika terus diterapkan Maradona. Apalagi menghadapi Korea Selatan yang sudah berjanji akan “mematahkan” kaki Messi saat kedua tim bersua.

Dengan hanya mengunci pergerakan satu pemain, jika Argentina masih mengkultuskan Messi, Korsel pasti akan merepotkan Argentina. Pelatih Negeri Ginseng, Huh Jung-Mo, sudah tahu caranya.

Menengok sejenak ke Piala Dunia 1986, Jung-Mo yang kala itu masih sebagai pemain, sukses mengunci Diego Maradona. Walaupun akhirnya Korsel kalah 1-3, setidaknya Jong-Mo punya kunci untuk membalas kekalahan 24 tahun lalu, yakni mengunci Messi.

Untuk memuluskan skenario ini, Jung-Mo mengubah strategi menyerang 4-4-2 yang digunakan kala mengalahkan Yunani 2-0. Ia akan menggunakan pola 4-2-3-1 dengan menumpuk pemain tengah.

Upaya lain yang dilakukan Jung-Mo adalah mengutip ayat dalam Alkitab, kemudian menanamkannya di benak para pemain. "Kami semua tahu apa yang dituliskan di Alkitab dan bagaimana maksudnya. Jika kami bisa memperjuangkan dengan baik, maka kami tak perlu takut kalah," katanya.

Apakah Messi takut? Semoga pemain yang akan menginjak usia 23 tahun ini bisa bermain gembira dan melupakan beban beratnya.(*)

Rabu, 16 Juni 2010

Butakan Mata Kaki Xavi

Apabila ingin menjinakkan Spanyol, lihatlah permainan Barcelona. Cermati pula bagaimana tim-tim penakluk Barcelona menerapkan strategi. Setidaknya, belajarlah pada Rubin Kazan dan tentu saja Inter Milan yang keduanya mengalahkan tim Catalan itu di Liga Champion. Segera hubungi Jose Mourinho yang tahu betul cara membutakan mata kaki para pemain tengah Spanyol.

Dan kalau perlu, simpanlah bus di depan gawang sebagaimana yang dilakukan Mourinho saat menekuk Chelsea dan Barcelona di Perempat Final dan Semifinal Liga Champion tiga bulan lalu. Niscaya, Spanyol akan frustasi. Mereka juga akan kelelahan untuk sekadar mendobrak pintu depannya.

Skuad Spanyol di Piala Dunia 2010 ibarat tim Barcelona yang disusupi semangat nasionalisme. Pemain Barcelona berada di semua lini tim Spanyol. Mulai dari kiper (Victor Valdes), belakang (Gerard Pique dan Carles Puyol), tengah (Xavi, Andreas Iniesta, dan Sergio Busquets), hingga depan (Pedro Rodriguez).

Jadi, jangan heran jika melihat permainan Spanyol seperti melihat permainan Barcelona yang diarsiteki Pep Guardiola. Mereka mampu bermain seperti sebuah orkestra di Kualifikasi Piala Dunia. Menyapu habis 10 pertandingan dengan kemenangan dan mencetak 28 gol dengan hanya lima kali kebobolan.

Pilar lapangan tengah Swiss, Gelson Fernandes, amat waras dengan prestasi jawara Piala Eropa 2008 itu. “Ya, mereka memang seperti Barcelona. Bermain sangat kolektif walaupun bertabur bintang. Anda bisa melihat mereka dalam satu kesatuan. Dan pertandingan nanti akan sangat menarik,” ucap Fernandes panjang lebar di laman AFP, dua hari lalu.

Kesadaran Fernandes patut diwaspadai Del Bosque saat timnya menghadapi Swiss di laga kedua Grup H Piala Dunia malam ini. Walaupun secara head to head, Spanyol menang 8 kali dari 10 pertandingan, pernyataan Fernandes bisa jadi sinyal kalau Swiss sudah tahu cara menjinakkan kedahsyatan si merah hati, La Furia Roja.

Di belakang sepasukan Swiss juga ada nama besar pada diri Ottmar Hitzfeld. Dia bahkan dipercaya sebagai salah satu peletak dasar sepak bola modern. Pria kelahiran Swiss ini telah malang-melintang di Liga Jerman. Prestasi paling prestisiusnya adalah langganan juara Bundesliga bersama Borussia Dortmund dan Bayern Muenchen. Hanya, kapasitasnya kurang sempurna karena belum meraih Piala Champion.

Lepas dari itu, Hitzfeld merupakan pelatih ulet. Sama seperti Mourinho, ia mampu memotivasi para pemainnya. Untuk soal manajemen, bisa jadi mantan guru matematika dan olahraga ini melebihi The Special One. Para pemain bintang Muenchen ia bikin sama rata. Egoisme mereka dikikis untuk membentuk tim yang solid.

Pria kelahiran Lörrach, Switzerland, 61 tahun lalu ini juga terkenal dengan disiplin yang tinggi. Ia bahkan bisa merambah menangani manajemen klub jika itu memang penting buat tim (kemampuan ini yang tak dimiliki Mourinho).

Patut dicatat, mulutnya pun tak setajam Mou. Pada konferensi pers jelang pertandingan melawan Spanyol, kemarin, Hitzfeld lebih memilih merendah. Ia justru memuji setinggi langit Spanyol.

"Saya rasa Spanyol adalah tim terbaik di dunia. Swiss yang merupakan tim biasa saja akan kesulitan menghadapi tim nasional terkuat di planet Bumi.” Ia melanjutkan, "Spanyol punya gelandang terbaik di dunia, penyerang sangat bagus, juga bek dan kiper yang sangat baik. Tidak hanya pada satu lini saja melainkan semua lini."

Di balik pernyataan itu, saya yakin mantan pemain Basel ini sudah tahu kunci kelemahan Spanyol. Patut dicermati adalah kemampuan Hitzfeld dalam merasionalkan sepak bola. Kepiawaiannya dalam ilmu geometri akan sangat berharga untuk menghitung secara akurat kelebihan dan kekurangan permainan tim Matador dalam angka.

Di pertandingan nanti, saya membayangkan Hitzfeld akan memerintahkan pasukannya untuk terlebih dulu mematikan lini tengah Spanyol. Membutakan mata kaki Xavi, Iniesta, atau Fabregas. Kemudian, dia juga akan menempatkan sedikitnya enam pemain di daerah pertahanannya agar David Villa atau Fernando Torres frustasi.

Setelah itu,…? Hanya Hitzfeld yang tahu.(*)
(Foto: AFP)

Selasa, 15 Juni 2010

Sembrani Bisa Mencuri

Sulit menentukan mana yang lebih penting antara partai Brasil versus Korea Utara dan Pantai Gading kontra Portugal di Grup G. Korea Utara memang terlihat paling gurem dibandingkan tiga negara lain. Tapi jangan lupa, Korut datang dengan kekuatan yang penuh misteri. Di tempa di tempat yang sangat isolatif di negara yang masih memandang nilai-nilai luhur komunisme, Korut sangat mungkin tampil mengejutkan.

Melihat misteri yang melindapi skuad Korut, pantas kiranya partai Brasil melawan Korut diulas. Apalagi Brasil merupakan tim yang bertabur bintang dan sangat menarik untuk diulas dari sudut mana pun.

Bertanding di Stadion Ellis Park, Johannesburg, keduanya akan bertanding dalam suhu yang relatif dingin, antara 9 hingga 16 derajat celsius. Maklum, Johannesburg ada di ketinggian 1.700 meter dpl.

Faktor cuaca sedikit banyak akan menjadi keuntungan Korut karena sudah terbiasa dengan cuaca dingin sesuai geografis negara itu. Sebaliknya, malapetaka bagi skuad Brasil yang lebih nyaman diiklim tropis.

Menarik juga diangkat adalah perilaku bola jabulani yang lebih liar di cuaca dingin. Peneliti Senior Teknologi Olahraga di Univeristas Lougborough, Leicestershire, Inggris, Andy Harland, mengatakan pergerakan jabulani akan lebih kencang hingga 5 persen jika dimainkan di cuaca dingin.

Faktor-faktor renik itu bisa menjadi malapetaka bagi Samba, julukan Brasil. Apalagi fakta bahwa Julius Cesar, kiper Brasil, amat tak suka dengan jabulani yang menurutnya tak lebih baik dari bola yang banyak dijual di supermarket.

Untungnya, secara teknis, lini depan Brasil sudah matang. Trio Kaka, Robinho, dan Fabiano mampu tampil garang saat memperkuat Negara. Kaka memang banyak dibekap cedera sehingga tersingkir dari 11 pemain pilihan mantan pelatih Real Madrid Manuel Pellegrini. Robinho juga sempat menjadi pilihan kedua oleh Pelatih Manchester City Roberto Mancini sebelum akhirnya menemukan kepercayaan diri di klub lokal Brasil, Santos. Fabiano bahkan belakangan diragukan karena minim mencetak gol bersama Sevilla.

Tapi, saat memperkuat negara, ketiganya tampil sempurna.

Mungkin, di sektor tengah dalam, Brasil sedikit bolong. Felipe Melo diragukan bermain maksimal walaupun tampil bagus pada Piala Konfederasi 2009. Keraguan terhadap Melo tidak lain karena penampilannya yang melempem bersama Juventus. Di Liga Italia, ia bahkan mendapat penghargaan Bidone d’Oro atau pemain terburuk pada 2009.

Tandemnya, Gilberto Silva juga sudah uzur. Kemungkinan besar pemain kelahiran 7 Oktober 1976 ini akan kewalahan jika diturunkan selama 90 menit, terlebih dengan cuaca dingin Johannesburg.

Korut bisa memanfaatkan kelemahan itu. Mereka juga bisa menggedor pertahanan Brasil melalui sisi lapangan karena pemain sayap belakang Brasil, Maicon dan Santos, kerap membantu serangan. Lubang yang menganga itulah yang bisa dimanfaatkan untuk memecah konsentrasi dua palang pintu tangguh, Lucio dan Juan. Dan tentunya punya peluang langka mencuri gol.

Perkara mencuri gol ke gawang Brasil ini bisa jadi jalan satu-satunya Sembrani Merah, julukan Korut. Pasalnya, mustahil bagi Korut untuk bermain menyerang melihat skuad Brasil. Walaupun punya kelemahan, Brasil tetaplah Brasil. Negara yang sudah lima kali juara dunia dan punya mental juara.

Tak heran kalau jauh-jauh hari Pelatih Korut Kim Myong-won mengisyaratkan pemainnya untuk bertahan menghadapi tim mana pun.

Pemain andalannya, Jong Tae Se, mafhum dengan strategi sang pelatih. Walaupun pemain berjuluk Rooney dari Asia ini sedikit kurang nyaman karena terbiasa bermain menyerang di klubnya, Kawasaki Frontale, salah satu klub dari Liga Jepang.

"Bermain untuk timnas tidak sama kala bermain untuk klub. Dalam kasus ini, timnas memainkan sepakbola bertahan, sehingga membuat banyak tekanan pada saya."

"(Namun) saya bermain untuk tim nasional dengan kebanggaan. Sementara bagi Kawasaki Frontale, saya bermain dengan penuh sukacita dan menikmati permainan bersama rekan yang lain karena kami merupakan tim ofensif, sehingga terdapat perbedaan," jelas Jong dikutip di laman goal.com.

Paling tidak, Jong bisa punya kapasitas untuk sewaktu-waktu menyelinap ke jantung pertahanan Brasil dan membuat sejarah.

(Foto AFP)

Senin, 14 Juni 2010

Duel Dua Peluru

Di skuad Dinamit, julukan Denmark, ada seorang peluru jangkung yang sangat tajam mematuk bola-bola atas. Dialah Niklas Bendtner, peluru kendali dari Arsenal.

Di Belanda, ada meneer Robin van Persie yang punya ketajaman tinggi di kotak penalti. Kaki kirinya mampu menghadirkan mimpi buruk bagi kiper mana pun. Selepas cedera, peluru andalan Arsene Wenger di Arsenal ini menebar teror lewat di tim berjersey oranye bunga tulip, Belanda. Di beberapa pertandingan kualifikasi, ia tampil efektif dan membawa Belanda selalu menang besar.

Bendtner melawan Persie. Dua peluru Arsenal inilah lubang kunci untuk meramal pertandingan antara Belanda melawan Denmark malam ini pada pertandingan perdana Grup E yang disiarkan pukul 18.30 WIB.

Jika keduanya diturunkan, apalagi diposisikan sebagai penyerang tunggal, pertandingan ini bakal menarik. Dua peluru Gunners, sebutan Arsenal, ini bakal adu ketajaman dan juga adu gengsi untuk negaranya. Tinggal bagaimana dua orang ini bisa didukung oleh barisan tengah.

Di lini tengah, Belanda agaknya lebih beruntung karena punya sederet pemain tengah yang punya naluri tinggi menyerang pada diri Wesley Sneijder, Rafael van Der Vart, dan Dirk Kuyt. Kalau Arjen Robben fit, lengkaplah pasukan penyerang Belanda.

Pelatih Belanda Bert van Marwijk memang punya cara khusus memperlakukan pemain tengah-depannya itu. Total football klasik yang memasang pola 4-6-1 atau 4-3-3, ia modifikasi menjadi 4-5-1 atau lebih mirip dengan pola 4-2-3-1. Perubahan formasi ini sempat merisaukan legenda total football Belanda Johan Cruyff. Marwijk dituding merusak strategi adiluhung Belanda.

Namun, formasinya terbukti ampuh. Bahkan sangat menyengat. Di kualifikasi Piala Dunia. Belanda memimpin Grup 9 Zona Eropa dengan total 17 gol dari 8 pertandingan. Pertahanan juga kokoh dengan hanya kemasukan 2 gol. Di ajang uji coba, penampilan mereka juga meyakinkan. Mampu mencukur Ghana 4-1 dan Hongaria 6-1.

Denmark juga patut diwaspadai. Di kualifikasi Grup 1 Zona Eropa, Denmark tampil mengejutkan. Ia mampu memimpin klasemen walaupun grup itu dihuni jawara-jawara Eropa macam Portugal, Swedia, hingga Hongaria.

Dan jangan dilupakan curriculum vitae pelatih Denmark Morten Olsen. Ia sudah amat hafal dengan permainan Belanda karena lama membesut Ajax Amsterdam dan sempat mencicipi dua gelar di sana. Kita tahu Ajax adalah semacam laboratorium permainan Belanda. Banyak pemain yang ditempa di sini sebelum pergi ke liga yang lebih bergengsi.

Olsen juga sukses membawa Denmark lolos ke Piala Dunia 2002 dan dipertahankan hingga sekarang. Delapan tahun meracik Denmark merupakan sebuah garansi permainan yang padu. Lebih lagi, dia amat dihormati para pemainnya.

Di bawah mistar, Denmark punya kiper tangguh Martin Sorensen. Pengalaman bermain di Liga Primer Inggris bersama Sunderland, Aston Villa, dan saat ini Stoke City, membuat Sorensen tahu bagaimana caranya bersaing di tingkat tertinggi. Ia juga terkenal sebagai kiper yang mampu mementahkan tendangan jarak jauh yang sering dilontarkan barisan tengah-depan Belanda.

Akhirnya, pemenang pada lagi ini terletak pada ketajaman lubang kunci yang dibahas di awal tulisan. Lihatlah lubang kunci itu, maka Anda akan bisa menebak skor pertandingan walaupun pluit panjang belum dibunyikan.

(foto: AP)

Minggu, 13 Juni 2010

Hanya Dua Kemungkinan

Akan ada tiga pertandingan yang akan disiarkan televisi hari ini. Satu dari grup C antara Aljazair melawan Slovenia pukul 18.30, kemudian dua pertandingan di Grup D antara Jerman melawan Australia (21.00) dan Serbia melawan Ghana (01.30 dini hari).

Laga Jerman melawan Australia mungkin yang paling seksi untuk diulas. Alasannya pasti semua orang sudah tahu. Jerman adalah tim yang kuat dengan segala julukan yang disematkan. Mulai dari panzer, uber allez, hingga tim bersemangat baja.

Jarang dijagokan sejak awal, tapi Jerman kerap kali membalikkan prediksi. Contoh konkret di Piala Dunia 1974 saat masih bernama Jerman Barat. Tampil di kandang sendiri, sang Kaisar Franz Beckenbauer memimpin rekan-rekannya merebut trofi hasil pahatan karya pematung Italia, Silvio Gazzaniga.

Piala yang baru pertama kali diperkenalkan ke publik dunia itu berhasil digondol Jerman Barat dari Belanda yang digadang-gadang bakal juara dunia. Maklum, Belanda tampil menawan dengan total football hasil racikan Rinus Michels yang diterapkan secara sempurna oleh Johan Cruyff. Namun Jerman Barat bisa membelokkan prediksi.

Paling segar di ingatan, saat Jerman berhasil lolos ke final Piala Dunia 2002. Brasil memang berhasil memecundangi Jerman lewat aksi Ronaldo. Dua gol Il Phenomenon mampu membuat si Singa, Oliver Khan, yang sebelumnya hanya kebobolan satu kali, tak berdaya. Tapi, Jerman lagi-lagi tak pernah benar-benar diperhitungkan sejak awal. Skuad yang dipimpin Oliver Bierhoff itu dinyatakan sudah terlalu tua.

Kali ini, Jerman juga tak begitu diperhitungkan di tengah mencuatnya permainan Spanyol. Prediksi orang-orang Eropa juga masih lebih banyak menjagokan Inggris dan Belanda.

Namun, pemain belakang Jerman, Philip Lahm, bergeming. Ia justru menyatakan bahwa saat inilah tim berada pada level tertinggi. “Selama saya membela Jerman, sekaranglah skuad terbaik Jerman,” ujarnya pada Reuters. Pertanyaannya semakin berbobot karena ia terpilih menjadi kapten Jerman di Piala Dunia 2010 menggantikan Michael Ballack yang cedera.

Dilihat dari lini per lini, Jerman memang semakin matang. Di depan, pelatih Joachim Loew punya Miroslav Klose dan Lukas Podolski yang sudah matang. Di tengah, walaupun ditinggal Ballack, Jerman punya gelandang kreatif Mezut Ozil (Werder Bremen). Kehadirannya, walaupun belum banyak dikenal, diprediksi membuat permainan Jerman tak sekaku dulu. Tentu saja didukung gelandang elegan Bastian Schweinsteiger.

Di belakang, Jerman dikenal punya pertahanan yang bagus. Sepanjang kualifikasi, mereka hanya kemasukan lima gol.

Bagaimana dengan Australia? Jerman harus waspada. Pada Piala Dunia 2006, Australia langsung lolos ke babak kedua, padahal itu adalah Piala Dunia pertama mereka. Banyaknya pemain yang ditempa di kompetisi Eropa membuat Australia tampil tenang melawan tim-tim benua biru itu.

Pelatih Australia Pim Verbeek bahkan mampu membuat pertahanan Australia solid. Lamanya mereka bersama membuat kekompakan tim terjaga.

Sayangnya, Australia tak punya penyerang bagus. Tim Cahill dan kawan-kawan paling bagus bisa menahan imbang Jerman. Jadi, saya berani menyatakan bahwa ada dua kemungkinan di pertandingan ini, imbang atau Jerman menang.

Adu Terkam di Taman Ellis

Malam ini, publik sepak bola dunia akan melihat pembuktian Arsitek Argentina Maradona meracik para pemain bintangnya. Hingga sehari menjelang pertandingan, Argentina memang banyak diragukan masyarakat pencinta bola, bahkan oleh pendukung fanatik mereka. Melawan Nigeria malam ini di Stadion Ellis Park, Johannesberg, Argentina tentu harus menang jika tak ingin pulang lebih cepat.

Pada latihan terakhirnya, berdasarkan laporan Star Online, Si Tangan Tuhan memasang trio penyerang. Ini tak lazim jika melihat formasi yang digunakan Maradona semasa kualifikasi. Argentina yang biasanya memasang duet penyerang, kali ini akan memasang trisula Lionel Messi, Gonzalo Higuain, dan Carlos Tevez di pilihan pertama.

Jika tak berhasil, Maradona juga punya alternatif yang juga memasang tiga penyerang. Mereka adalah Diego Milito, Sergio Aguero, dan Martin Palermo. Keenam striker itu super tajam. Tapi, apakah mereka akan padu?

Dengan memasang tiga penyerang, Maradona berarti harus merelakan lini tengahnya bolong. Kuartet ini tengah yang biasa diisi Di Maria, Veron, Mascherano, dan Guiterrez, terpaksa harus dipangkas. Konsekuensinya, suplai bola ke depan semakin berkurang. Dan yang lebih krusial, pertahanan akan semakin menganga.

Tapi, untuk menyerang, pola 4-3-3 merupakan garansi untuk mencetak banyak gol. Apalagi trio pilihan pertama sudah terbukti memiliki naluri mencetak gol di setiap klubnya. Jika salah satunya tidak dalam kondisi terbaik, pilihan penyerang masih banyak dan memiliki ketajaman yang tidak diragukan lagi pada diri Milito, Aguero, dan si tua nan eksentrik Palermo.

Kubu lawan, Nigeria, juga tak bisa dianggap enteng. Walaupun berada di peringkat 20 FIFA, mereka punya semangat baja seperti layaknya tim dari benua Afrika. Terbukti di dua penyelenggaraan Piala Dunia (1994 dan 1998), mereka mampu melaju ke babak kedua.

Ciri khas menyerang dengan penuh kecepatan khas Elang Super, julukan Nigeria, patut diwaspadai Albiceleste, julukan Argentina. Nigeria bersyukur punya penyerang handal kelas dunia pada diri Yakubu, Obafemi Martins, Osaze Odemwingie, Victor Obina, Chinedu Obasi dan Ikechukwu Uche.

Sama seperti Argentina, pasukan Elang Super kerap melupakan pertahanan. Seperti dikutip dalam goal.com, semenjak Taribo West pensiun, belum ada lagi pemain belakang yang bisa menggantikan perannya sebagai tokoh sentral di jantung pertahanan. Nigeria juga masih kesulitan bermain sebagai sebuah tim dan lebih mengandalkan permainan individual. Salah satu momen terburuk adalah kegagalan mereka menembus putaran final Piala Dunia 2006 di Jerman.

Lepas dari kelebihan dan kelemahan masing-masing, laga di Grup B ini pasti akan menyuguhkan permainan yang sedap dipandang. Jual-beli serangan tentu tak bisa dihindarkan melihat materi permainan mereka. Tinggal bagaimana masing-masing tim bisa lebih dulu memperkuat pertahanan sebelum para penyerang yang super ganas di kedua kubu menjebol gawang.

Namun demikian, tak bisa dikesampingkan, materi pemain Argentina lebih lengkap. Kans Argentina memenangi pertandingan pun seturut dengan kombinasi para pemainnya itu.(*)

***Telat memposting. Seharusnya diposting sebelum pertandingannya dimulai. Tapi, prediksinya sebagian besar benar kok...

Jumat, 28 Mei 2010

Surat dari Penggemar Fanatik Persipasi

Mohon maaf Bang Warta Kusuma, saya kecewa dengan Persipasi yang tak bisa promosi ke Liga Super. Saya tahu banyak faktor yang membuat Persipasi tak bisa merebut satu dari empat tiket promosi. Tetap saja, sebagai penggemar, saya kecewa.

Maklum, sejak pertama Persipasi menginjak Divisi Utama saya sudah berharap banyak pada tim ini. Agar Kota Bekasi bisa harum di daerah lain. Agar masyarakat lain setidaknya mengenal Kota Bekasi bukan sebagai tempelan dari Jakarta. Bekasi ternyata punya pembinaan sepak bola yang bagus. Begitu saya membayangkan jika Persipasi berprestasi.

Setiap hari saya melihat para pemain Persipasi berlatih di Stadion Patriot. Jangan tanya kalau setiap kali Persipasi bertanding, saya pun selalu hadir di tribun. Kecuali kalau Persipasi bertanding di kandang lawan yang jauh di luar pulau. Kalau masih di pulau Jawa, saya selalu meladeni datang. Apalagi pada babak delapan besar, saya tak pernah ketinggalan untuk menonton langsung di Stadion Gelora Delta, Sidoarjo dan Stadion Gajayana, Malang.

Untungnya laga delapan besar diundur hampir sebulan, jadi saya bisa mengumpulkan uang dulu agar bisa pergi ke sana. Dan saya menyaksikan bagaimana Persipasi tak berkutik menghadapi Persibo, Deltras Sidoarjo, dan Persidafon.

Stadion Delta Sidoarjo amat megah. Saya sempat merasakan menonton di dua sudut pada dua pertandingan Persipasi di sana. Rumputnya lebih rapi dibandingkan dengan rumput di Stadion Patriot. Suporternya kompak. Mereka berderet dari satu tribun. Nyanyian tak pernah lepas dari satu komando.

Sebenarnya saya sempat khawatir. Ingatan akan perkelahian antarsuporter dan pengeroyokan suporter lawan oleh supporter tuan rumah, berseliweran di kepala saya. Tapi demi menyaksikan Persipasi, keberanian saya berlipat. Konsekuensinya, saya terpaksa hadir di stadion tanpa atribut tim kebanggaan. Dan maaf juga karena saya tak bergabung dengan kelompok suporter Bekasi yang memberanikan diri datang ke sana. Maafkan untuk itu.

Penampilan Arif Kurniawan dan teman-temannya tak membuat saya berdecak kagum ketika Persipasi dikalahkan Persibo Bojonegoro pada 18 Mei lalu. Geregetan sekali saya ingin berteriak untuk menyemangati para pemain idola saya itu. Sebagaimana saya sering memaki jika Persipasi bermain di kandang sendiri. Tapi saya tidak lupa, saya sedang berada di kandang lawan. Salah teriak sedikit, orang-orang akan memperhatikan saya. Jika bernasib buruk, mungkin kepala saya sudah memar-memar. Jadi saya urungkan walaupun hati saya bergemuruh.

Saya keluar stadion dengan tertunduk lesu. Tapi biarlah kehilangan tiga poin, pikir saya. Di pertandingan selanjutnya, pasti Laskar Patriot bisa berintrospeksi. Warta pasti bisa belajar dari kesalahan.

Dua hari berselang, stadion diliputi lautan merah. Gambar lobster di mana-mana. Kecut hati saya memasuki stadion. Saya memilih duduk di bangku netral, tentu dengan atribut netral pula. Di kejauhan saya melihat sekelompok kecil penonton berpakaian hijau stabilo. Melihat warna hijau, saya bangga sekaligus tak minder dengan dukungan penuh tuan rumah.

Di pertandingan melawan Deltras, Persipasi tampil dengan pola yang bagi saya bagus. Masih dengan tiga pemain belakang, tapi di tengah ada sedikit modifikasi. Saya melihat Mardiansyah main. Di depan Warta mengistirahatkan Boumsong. Saya mafhum dengan taktiknya, Boumsong memang kerap terlalu emosional. Wah, Warta pasti punya senjata rahasia. Saya jadi tak sabar menunggu tiupan pluit dari wasit yang dipimpin Untung.

Benar saja, Mardiansyah membuka gol bagi Persipasi. Sebelum akhirnya disamakan Deltras. Lagi-lagi saya kesal dengan wasit. Si Untung itu ternyata membuat kami rugi. Kalau ada benda keras di kantong saya dan saya sedang berada di Bekasi, saya lemparkan itu benda dengan sasaran kepala wasit. Dan untuk kedua kalinya, saya masih bisa menguasai diri. Saya tetap duduk manis sambil kaki ini tak bisa berhenti bergerak.

Pluit panjang berbunyi. Untung Persipasi tak kalah akibat ulah si Untung. Maaf, Bang Warta, saya agak kasar, tapi begitulah perasaan saya. Dan saya pun kembali kecewa pada Persipasi yang tak bermain ngotot. Mereka malah mengeluh karena ulah Untung. Namun yang penting, Persipasi masih punya peluang walaupun teramat kecil.

Di pertandingan terakhir, dengan uang di saku makin menipis, saya masih berharap Persipasi meraih kesempatan meraih poin penuh melawan Persidafon Dafonsoro. Tentu sambil berharap Deltras tersandung saat melawan Persibo Bojonegoro. Kali ini saya harus menyambangi Stadion Gajayana, Malang. Stadion ini tak kalah megahnya dibandingkan Delta. Udara yang semriwing membuat suasana hati saya sedikit tenang.

Hati saya remuk-redam. Persipasi kalah menyakitkan dari Persidafon. Skor 3-4 begitu menyakitkan. Lagi-lagi Persipasi tak mampu mempertahankan kemenangan. Tanda tak ada spirit kemenangan di masing-masing pemain. Maaf, Bang Warta, ini benar-benar membuat saya sakit hati. Mimpi berbulan-bulan saya buyar. Hanya satu poin dari tiga pertandingan dan menjadi juru kunci di klasemen terakhir delapan besar, sangat menyakitkan.

Saya kembali berkereta ke Bekasi. Di dalam kereta ekonomi itu saya kebanyakan bengong. Tak peduli dengan desak-desakan penumpang, saya duduk di bangku pojok sambil menatap ke luar.

Sampai di rumah, saya mendapati surat yang dicap Pemerintah Kota Bekasi. Isinya; saya dikeluarkan secara tidak hormat sebagai tenaga kerja kontrak karena sering membolos. Gaji yang sempat tertunda berbulan-bulan pun raib.(*)

Tulisan ini terinspirasi dari banyaknya sms yang masuk ke dapur redaksi Radar Bekasi terkait gagalnya Laskar Patriot maju ke empat besar Divisi Utama.

Sabtu, 15 Mei 2010

Persipasi dan Kisah Cinta Galih dan Ratna

 (foto: Firmanto Hanggoro)

Musuh terbesar tim sepak bola adalah pendukung mereka sendiri. Begitulah pepatah Inggris. Sejak Abad Pertengahan, Inggris sudah diganggu oleh ulah Hooligan, sebutan suporter fanatik Inggris yang agresif. Raja Edward II pada tahun 1314 bahkan melarang sepak bola karena khawatir dampaknya akan meluas menjadi kerusuhan sosial bahkan pengkhianatan. Setelah itu, tak terhitung banyaknya kerugian akibat ulah suporter.

Suporter dan tim sepak bola sebenarnya ibarat kisah cinta Galih dan Ratna. Keduanya satu paket. Satu marah, yang lain merah. Tapi, keduanya tak bisa dipisahkan walau badai menghadang. Genit memang, tapi begitulah sejarah sepak bola. Tak ada cinta tanpa ada pemuja.

Yang membuat pening kepala, jika tim sepak bola memiliki dua pemuja. Ibarat Galih yang memiliki selingkuhan. Belum jelas yang mana yang pantas disematkan sebagai selingkuhan, dua pencinta tim sepak bola Persipasi Kota Bekasi sudah adu otot.

Masing-masing mengklaim sebagai pendukung sejati Persipasi. Kedua kubu itu juga menganggap bahwa merekalah yang pantas disebut pacar pertama dan paling pas mendampingi Persipasi ke mana pun bertanding. Dengan segala embel-embel sejarah pendiriannya.

Adu otot itu mencapai puncaknya Rabu (12/5) lalu. Kedua kubu supporter sudah tak sabar untuk menunjukkan eksistensinya. Tiga orang terluka, beberapa kendaraan yang sedang terparkir di pelataran stadion menjadi korban juga. Inilah kerusuhan terbesar antardua suporter Persipasi sejak Persipasi bermain di Divisi Utama.

Yang memalukan, perkelahian ini juga terjadi saat Persipasi sedang melakukan uji coba untuk mempersiapkan diri menghadapi laga penting di delapan besar. Laga yang menentukan berhasil tidaknya Persipasi mendapatkan tiket ke kompetisi terbesar di Indonesia, Liga Super Indonesia. Mimpi yang selalu dipupuk para suporter sejak Persipasi mulai berlaga di Divisi Utama.

Laga persiapan itu kemudian buyar. Persipasi tak dapat bermain maksimal karena laga harus dihentikan di awal babak kedua akibat ulah dua pendukungnya. Jelas, kejadian ini mencoreng muka Persipasi. Tim pujaan kita ini juga bisa kehilangan konsentrasi menghitung kekuatan melawan tiga tim besar di Grup B delapan besar.

Tak mengherankan jika Pelatih Persipasi Warta Kusuma marah besar. Saking kesalnya, ia bahkan melontarkan, tak perlu lagi dukungan suporter jika terus berperilaku kasar. Kemarahan yang sangat wajar. Apalagi saat ini Warta sedang pening memikirkan bagaimana memoles timnya agar bisa meraih satu tiket Liga Super.

Konsentrasi Persipasi akan semakin buyar jika dua suporter ini tak cepat berbenah. Ingat, 18 Mei ini Persipasi sudah harus berlaga di delapan besar melawan Persibo Bojonegoro. Tanpa suporter, akan sangat berat pemain Persipasi untuk meningkatkan mental mereka.

Ada baiknya jika kedua suporter Persipasi saat ini segera berembuk dan memperkuat internal. Jauhkan dulu pikiran bahwa keduanya berbeda. Ingat, suporter Persipasi adalah sekerumunan orang yang mendukung Persipasi. Itulah persamaan kedua suporter ini, lepas dari atribut yang berbeda.

Jika persamaan yang diperkuat, saya yakin tubuh suporter juga tak akan mudah disusupi warna lain. Aktifkan kembali budaya silaturahim antarsuporter seperti yang dilakukan Bobotoh dan Viking, pendukung Persib Bandung. Saya yakin, ketika ada warna lain yang menyusup di saat suasana di stadion sedang panas, hati tetap dingin. Dan segelintir orang tidak akan bisa lagi memprovokasi suporter Persipasi. Dan akui bahwa Persipasi punya banyak pacar, punya banyak penggemar.

Jumat, 07 Mei 2010

Senjakala Persipasi

Selasa, 18 Mei mendatang gong delapan besar Divisi Utama berbunyi. Delapan tim akan berjibaku memperebutkan empat tiket promosi ke Liga Super Indonesia. Kesebelasan kebanggaan masyarakat Kota Bekasi, Persipasi, tergabung di Grup B bersama Persidafon Dafonsoro, Persibo Bojonegoro, dan Deltras Sidoarjo. Persaingan keempat klub diprediksi bakal ketat.

Sebelum membahas peluang Persipasi, ada baiknya kita berpaling pada pencapaian tim asuhan Warta Kusuma ini di putaran kedua Divisi Utama dan penyisihan Grup C Piala Indonesia.

Melakoni putaran kedua Divisi Utama, Persipasi seperti mesin diesel. Lamban panas di awal kompetisi. Tercatat Persipasi hanya mampu meraih satu poin pada tur Riau di dua laga awal putaran kedua. Grafik permainan Persipasi meningkat seiring rangkaian pertandingan kandang. Poin sempurna diperoleh dari empat pertandingan kandang.

Di ujung kompetisi, pasukan Warta seperti mengangkatkan kaki dari pedal gas. Melawan Persita dan Persikabo di kandang mereka, Persipasi hanya meraih dua poin hasil dari dua kali imbang. Beruntung peringkat kedua berhasil diraih (37 poin) dan menjadi tiket otomatis lolos ke delapan besar.

Petaka tak terduga justru terjadi di arena Piala Indonesia. Sebelum melakoni laga melawan Pelita Jaya, Persita Tangerang, dan Persib Bandung di Grup C, Persipasi sudah berniat mengalihkan pijakan kaki ke pedal rem. Warta beralasan, Piala Indonesia sebagai ajang pemanasan dan arena bagi pemain lapis kedua. Lolos tak lolos ke 16 besar tidak ada masalah bagi tim. Maklum, fokus Persipasi adalah bermain habis-habisan di delapan besar dan meraih satu tiket ke LSI.

Dalam perjalanannya, target itu justru meleset. Kaki Persipasi yang sedianya menginjak pedal rem justru gamang. Pertandingan melawan Persib begitu seksi untuk meningkatkan gengsi daerah dan mental pemain. Alih-alih menurunkan pemain lapis kedua, sejak melawan Pelita, Persita, hingga Persib, Persipasi sudah bermain dengan kekuatan inti.

Hasilnya, satu poin yang mereka dapatkan. Saat melawan Pelita Jaya yang berlangsung malam hari di Singaperbangsa, Persipasi loyo. Pipik yang menjaga gawang tak bermain apik dengan alasan matanya tak awas hanya dengan sorot lampu. Sedari awal Persipasi memang mengkhawatirkan laga malam yang tak biasa mereka lakoni.

Melawan Persita penampilan Persipasi tak berubah. Kegamangan menekan kaki pada pedal gas atau rem masih terlihat. Niat awal yang menjadikan Piala Indonesia hanya pemanasan jelang delapan besar menjadi penghalang. Di lain pihak, Persipasi juga ingin menunjukkan keperkasaannya dari anak-anak Tangerang. Kegamangan inilah yang membuat permainan Persipasi tak seperti biasanya. Bermain imbang 1-1 saat itu merupakan keberuntungan.

Puncak frustasi Persipasi terpapar saat melawan Persib. Ketua Umum Persipasi Mochtar Mohamad yang menstimulus pemain dengan giuran fulus ternyata tak mulus. Persipasi rontok diterkam Maung Bandung 4-0. El Loco menjadi taring yang sempurna untuk mencabik pertahanan Persipasi yang dikomandoi Firmansyah.

Mental pemain langsung terjun bebas. Niat awal bahwa Piala Indonesia hanya sebagai turnamen pemanasan justru membuat goyah internal tim. Mental pemain porak-poranda. Persoalan semakin runyam ketika pihak luar mulai berkomentar miring kepada para Laskar Patriot ini.

Asisten Pelatih Persija yang sudah mengenal seluk-beluk persepakbolaan Kota Bekasi, Maman Suryaman, langsung mengkritik kinerja pemain dan pelatih. Ia seolah membuka borok Persipasi dengan mengatakan performa fisik pemain yang anjlok saat melawan Persib. Yang monumental, Maman menyentil gaya kepelatihan Warta yang tidak keras mendisiplinkan pemainnya.

Dapur Persipasi menjadi panas. Keadaan ini diperparah dengan kabar yang menyesakkan; tiga pemain Persipasi, yakni Pipik Suratno, Arif Kurniawan, dan Mansur tertangkap basah bermain di ajang antarkampung (tarkam) tanpa sepengetahuan tim pelatih.

Di kalangan penggemar, suara-suara miring terhadap sikap Warta yang membebaskan pemainnya saat sedang tak berlatih atau bertanding, semakin berseliweran. Mulai dari ulah para pemain asingnya yang doyan jalan malam hingga tragedi kecelakaan sepeda motor yang tak perlu yang dialami Ruben Karel di penghujung putaran kedua Divisi Utama.

Guna mengeleminasi kritikan itu, Warta kemudian membawa timnya ke Lembang, Bandung selama seminggu. Fokus program training center (TC) yang dijalani di sana adalah memulihkan fisik dan mental pemain.

Lepas dari hasilnya apa, tim pelatih sudah sangat tepat dengan keputusan itu. Mental pemain yang jatuh disertai dengan fisik yang melemah memang seharusnya dipulihkan dengan suasana baru.

Dari beberapa pengakuan pemain, walaupun tak bisa diuji secara empiris, program TC di Lembang membuahkan hasil. Pemain senior Persipasi, Nuralim merasa fisik dan mentalnya memulih. Hal yang sama dilontarkan Arif Kurniawan dan Mansur. Pemain lapis kedua seperti Arnata juga menemukan ketajamannya setelah berlatih di Lembang.

Sekarang, tinggal bagaimana tim pelatih di bawah komando Warta memanfaatkan pulihnya fisik dan mental pemain. Pelatih juga harus bersikap bijaksana dengan kritikan yang datang dari berbagai penjuru. Jangan lantas ngambek.

Sepuluh hari jelang pluit delapan besar berbunyi Warta dkk masih punya waktu untuk menyusun strategi dan menakar kekuatan lawan. Jangan sampai permainan Persipasi berulang seperti saat melakoni Piala Indonesia. Dan patut digarisbawahi, kedisiplinan ada di atas segalanya.